Lihat ke Halaman Asli

Kal El

Undergraduate Sharia Economic - FEM IPB University

Kewajiban Sertifikasi Halal di Indonesia

Diperbarui: 19 Maret 2024   21:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Indonesia telah melakukan kewajiban untuk sertifikasi halal sesuai dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014, Sesuai dalam undang-undang tersebut tertuang bahwa demi memastikan ketersediaan produk halal bagi masyarakat, pemerintah menetapkan aturan terkait bahan baku yang boleh digunakan dalam pembuatan produk halal. Aturan ini mencakup bahan baku yang berasal dari hewan, tumbuhan, mikroba, maupun bahan hasil proses kimiawi, biologi, dan rekayasa genetik.

Undang-undang No.33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, menyatakan :
1. untuk menjamin ketersediaan Produk Halal, ditetapkan bahan produk yang dinyatakan halal.
2. mengatur hak dan kewajiban Pelaku Usaha dengan memberikan pengecualian terhadap Pelaku Usaha yang memproduksi Produk dari Bahan yang berasal dari Bahan yang diharamkan dengan kewajiban mencantumkan secara tegas keterangan tidak halal pada kemasan Produk atau pada bagian tertentu dari Produk yang mudah dilihat, dibaca, tidak mudah terhapus, dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Produk.
3. Tata cara memperoleh Sertifikat Halal diawali dengan pengajuan permohonan Sertifikat Halal oleh Pelaku Usaha kepada BPJPH.

Kewajiban sertifikasi halal dilakukan bukan hanya untuk melindungi konsumen muslim di Indonesia. Kewajiban sertifikasi halal tersebut juga mendorong persaingan pasar global tentang produk industri halal.

Indonesia berhasil masuk tiga besar pada the Global Islamic Economy Indicator (GIEI) dalam State of the Global Islamic Economy (SGIE) Report 2023 yang dirilis oleh DinarStandard di Dubai, Uni Emirat Arab, Selasa (26/12/2023). Indonesia yang pada tahun 2022 di posisi keempat, kini menduduki peringkat ketiga, di bawah Malaysia dan Arab Saudi.

Dikutip dari laman BPJPH, terdapat tujuh aktivitas yang menjadi alur pengajuan permohonan sertifikasi halal di BPJPH. Alur tersebut yaitu :

1. Mengajukan Permohonan
Pelaku usaha mengajukan permohanan sertifikasi halal kepada BPJPH dengan dating danmembawa sejumlah dokumen persyaratan

2. Tahap Pemeriksaan
Setelah dokumen persyaratan diterima BPJPH, maka BPJPH akan melakukan pemeriksaan dokumen permohonan selama maksimal 10 hari kerja. Apabila ada dokumen yang tidak lengkap, BPJPH memberikan waktu selama 5 hari bagi pelaku usaha untuk menambahkannya kembali. Setelah melewati masa tersebut, pengajuan akan sepenuhnya ditolak oleh BPJPH.

3. Penetapan LPH
Setelah dokumen dinyatakan lengkap, BPJPH akan menetapkan Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) berdasarkan penentuan pemohon dalam waktu maksimal 5 hari kerja.

4. Tahap Pengujian Produk
LPH yang telah ditetapkan sebagai auditor halal akan melakukan pemeriksaan dan pengujian terhadap kehalalan produk selama-lamanya 40 hingga 60 hari kerja.

5. Tahap Pengecekan
Setelah menerima hasil pengujian produk yang dilakukan oleh auditor halal, maka hasil tersebut akan diserahkan kepada BPJPH, kemudian BPJPH akan melakukan pengecekan terhadap kelengkapan laporan atas produk dan bahan yang digunakan, hasil analisis serta berita acara pemeriksaan. Selain tersebut auditor halal juga harus menyertakan rekomendasi atas hasil pemeriksaan.

6. Keluarnya Fatwa
Hasil pemeriksaan/pengujian yang dilaporkan oleh LPH ke BPJPH, selanjutnya akan diajukan ke MUI untuk kemudian mengadakan sidang fatwa MUI dengan mengikutsertakan para pakar, unsur pemerintah dan lembaga terkait, untuk menetapkan kehalalan produk dengan jangka waktu maksimal 30 hari kerja hingga akhirnya diputuskan mengenai kehalalan produk.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline