Myanmar - Pemerintah Myanmar memperketat penjagaan di perbatasan dengan Bangladesh setelah sebuah serangan dilancarkan oleh teroris Islamis di negara bagian Rakhine, pada Minggu (9/10/2016), namun dunia seolah tutup mata.
Pemerintah Myanmar mengatakan bahwa sebuah organisasi teroris Islam ekstrimis yang pemimpinnya dilatih oleh Taliban di Pakistan melakukan serangan terhadap tiga pos penjaga perbatasan di dekat perbatasan Bangladesh di Maungdaw dan Rathedaung, negara bagian Rakhine.
Seperti yang dilansir Radio Free Asia, Jumat pekan lalu (14/10/2016), lebih dari 40 orang penjaga perbatasan, tentara, dan termasuk penyerang, tewas sejak serangan awal pada pos perbatasan pada hari Minggu tersebut, dan ratusan warga telah mengungsi ke kota-kota tetangga seperti Buthidaung untuk melarikan diri bentrokan berikutnya antara pasukan keamanan dan orang-orang bersenjata tersebut.
Tentara dan polisi perbatasan telah melakukan operasi keamanan menyisiri desa di Maungdaw di rumah-rumah Muslim "Rohingya" untuk untuk mencari penyerang dan senjata api dicuri. Hasilnya mereka menemukan spanduk, dokumen, dan peluru di sebuah rumah.
Berdasarkan hasil interogasi terhadap dua orang penyerang yang tertangkap dan dua lagi yang diserahkan oleh pemerintah Bangladesh ke pihak keamanan Myanmar, mengungkapkan bahwa serangan itu dilakukan oleh Aqa Mul Mujahidin, sebuah organisasi Islam yang aktif di Maungdaw.
"Berdasarkan temuan dari interogasi, serangan di Maungdaw dimaksudkan untuk mempromosikan ideologi ekstrimis di antara mayoritas penduduk Muslim di daerah tersebut," kata pernyataan dari Kantor Kepresidenan Myanmar. "Menggunakan Maungdaw sebagai pijakan, ini merupakan upaya untuk mengambil alih wilayah Maungdaw dan [di dekat] Buthidaung."
"Pemimpin organisasi tersebut, Havistoohar adalah seorang "ekstremis religius dan sosialis ' yang diyakini berusia sekitar 45 tahun dari desa Kyaukpyinseik di Maungdaw, yang sebelumnya berpartisipasi dalam kursus pelatihan Taliban selama enam bulan di Pakistan," kata pernyataan tersebut.
Organisasi Aqa Mul Mujahidin memiliki jaringan ke Rohingya Solidarity Organization (RSO), sebuah kelompok militan kecil yang aktif pada 1980-an dan 1990-an sampai pemerintah Myanmar meluncurkan serangan balasan untuk mengusir pemberontak yang dari daerah perbatasan dengan Bangladesh. Kelompok ini sebelumnya diyakini sudah mati.
Sebagai catatan penting, Myanmar telah menghadapi pemberontakan oleh sejumlah organisasi Muslim yang berhubungan dengan teroris Al Qaeda bersama organisasi etnis Bengali yang mengklaim diri sebagai "Rohingya" seperti Arakan Rohingya National Organization (ARNO), Rohingya Solidarity Organization (RSO), rakan Rohingya Islamic Front (ARIF) dan Hak Kavt. Berdasarkan catatan situs Wikileaks, ketiga kelompok teroris pemberontak Islamis di Myanmar yang terakhir tersebut bergabung menjadi Rohingya National Council (RNC) pada 28 Oktober, 1998.
Dalam penyerangan di tiga pos penjaga perbatasan dua pekan lalu, menurut saksi mata para penyerang sempat meneriakkan gerola nama "Rohingya". Menurut Facebook Kepresidenan Myanmar, penyerangan tersebut dilakukan oleh sekitar 300 orang Bengali. Seperti yang diberitakan Eleven Myanmar, Senin (10/10/2016) Sekretaris tetap kementerian tenaga kerja, imigrasi dan penduduk Myanmar, Myint Kyaing, berasumsi bahwa para penyerang meneriakkan nama "Rohingya" atas dorongan dari beberapa organisasi.
Menurut Myint, sejak kemerdekaannya tahun 1921 berdasarkan sensus saat itu, tidak terdapat etnis Rohingya di Myanmar, tetapi yang ada adalah etnis Bengali.