Lihat ke Halaman Asli

Mampus Bergincu

Diperbarui: 28 Desember 2015   18:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebermula dari muasal, ditanamkannya butiran-butiran pekat berlendir pada dinding meretak. Langit memudar, terkoyak gumpalan awan dalam garis-garis bergerigi, membuat isi bumi beku, sebeku otak di dalam toples laboraturium para pemilik mimbar agung. Nyawa-nyawa tergadai, nafas pun semakin berjingkatan seperti kuda lumping digoyangkan oleh jaran kepang. Sedang pesta api unggun diramaikan para puritan hingga ke hutan-hutan sambil mengangkat semboyan ilalang. 

Masihkah angkat senjata atas nama kemanusiaan, bahkan untuk mengingat namamu sendiri, kau harus membaca kertas bertinta laser. Berdiri tegak, busung dada, senyum arogan dalam barikade jidat berbarkot. Sebuah politik sambal udang, merasuk hingga liang-liang peradaban di sebuah perayaan kemerdekaan manusia. “Aku memilih bunuh diri daripada tersesat di jalan ini.” 

Obudiati | Jakarta | 28 Desember 2015 

 

Photo dari Mechanism.com edited by photoshop. 




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline