Di balik serangkaian aksi terorisme di Surabaya dan sekitarnya, banyak beredar informasi hoax yang disebarkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Mereka umumnya menyatakan bahwa aksi terorisme di Surabaya itu hanyalah rekayasa belaka. Tak hanya itu, mereka juga menuduh bahwa pemerintah adalah dalang di balik insiden kemanusiaan tersebut.
Para penyebar informasi sesat itu mengarang chat dan video seakan-akan ada kejanggalan dari peristiwa bom di Surabaya. Karangan itu disebarkan secara masif di media sosial sehingga mempengaruhi opini masyarakat.
Semua itu diarahkan untuk satu tujuan, yaitu menyudutkan pemerintahan Presiden Jokowi dengan kampanye #2019GantiPresiden.
Tentu saja, tuduhan tersebut tidak benar dan sesat. Kita semua tahu bahwa kejadian bom bunuh diri di tiga gereja, rusunawa Sidoarjo, dan Mapolrestabes Surabaya adalah fakta.
Tak ada rekayasa dalam aksi terorisme yang keji tersebut. Apalagi aksi bom bunuh diri itu sampai membawa korban puluhan jiwa.
Hanya orang sakit jiwa yang menyebutkan bahwa peristiwa yang tragis itu sebagai upaya rekayasa pemerintah belaka. Bila ada yang demikian sepertinya perlu diperiksa, jangan-jangan mereka adalah bagian dari jaringan teroris itu sendiri?
Dalam beberapa pesan berantai yang beredar disebutkan bahwa kejadian bom bunuh diri di Surabaya polanya mirip dengan bom Borobudur pada 1985. Mereka menyebutkan peristiwa itu sebagai rekayasa pemerintah melalui operasi intelijen.
Dengan membandingkan kejadian tersebut, para pembuat informasi sesat itu ingin mengatakan bahwa kejadian Surabaya ini juga didalangi oleh pemerintah.
Hal itu tak bisa dipahami demikian karena konteks kejadiannya berbeda dan tidak ada kaitan satu sama lain antara keduanya. Itu hanyalah upaya penggiringinan wacana untuk sebuah cerita yang konspiratif.
Penampilan cerita mengenai kejanggalan bom bunuh di Surabaya tersebut merupakan upaya untuk mendekonstruksi masyarakat atas kepercayaan kepada pemerintah.