Berbulan-bulan sudah petualangan itu kami lewati, tetapi kaki kami masih bisa merasakan dahsyatnya alam dan cadasnya bebatuan di kawasan Istana Dewi Rinjani itu. Tanpa perlu melihat foto-foto, mata kami bahkan masih bisa melanglang buana dan menyunggingkan penuh senyum kami, untuk semua makna keindahan yang pernah Ia berikan, Agustus lalu. Nusa Tenggara Barat, Lombok khususnya memang menjadi destinasi yang mulai dilirik setelah Bali. Gunung, pantai, dan budayanya menjadi daya magnet yang luar biasa untuk penambahan Devisa Negara, terutama dari kunjungan para wisatawan asing. Dan siapa yang tak kenal Rinjani, pesona gunung tertinggi ke-2 di Indonesia ini benar-benar mencuri hati para pendaki, pecinta alam, bahkan wisatawan mancanegara. Berawal dari perkenalan kami dengan Brazilian Couple di India, dan satu lagi pasangan Interacial asal Italia dan ABJ alias American Born Japanese, yang sempat menjadi travelmate kami saat mendaki Base Camp The Top Of The World, Everest di Nepal, janjinya berkunjung ke Indonesia pun akhirnya sepakat kami lunasi dengan pendakian ke Gunung Rinjani di Lombok. Kami sempat putus asa saat kehilangan dua sahabat kami asal Brazil itu di Pelabuhan Padang Bay, Bali. Untungnya email yang berisi alamat lengkap rumah tempat tinggal sementara kami di Lombok, yang kami kirimkan dibaca olehnya. Alhasil, sehari kemudian mereka sampai ke alamat yang kami maksud. Begitulah jiwa-jiwa para backpacker luar negeri, mereka begitu lihai mendapatkan daerah yang mereka maksud, meski dengan susah payah, meski dengan keterbatasan bahasa yang mereka gunakan.
BERSAMA MAPALA Berhubung masa lalu saya sebagai bagian dari Mapala (Mahasiswa Pecinta Alam), alias pendaki gunung akut, kami di direkomendasikan sahabat karib saya yang juga bagian dari Mapala UI untuk masalah akomodasi selama di Mataram, Lombok. *thankiu Ashanti Ashari. Dan bukan cuma akomodasi gratis, jaringan anak-anak Mapala yang tersebar diseluruh Universitas di Indonesia tersebut membawa kami pada beberapa kemudahan dalam berbagai hal soal trekking ke kawasan Nasional Gunung Rinjani ini. Setelah berkutat dengan planning-planning dan persiapan di markas Mapala UNRAM (Universitas Mataram), akhirnya hari itu pasukan yang siap tempur ada 7 orang, 2 diantaranya adalah dedengkot Mapala Unram dan satu lagi Mapala asal Jakarta. Sayang dua sahabat kami, pasangan Interacial itu gak jadi ikut pendakian ini, karena mereka masih berada di Myanmar untuk urusan volunteer disana. Terdapat 3 pilihan rute pendakian di Gunung Rinjani, diantaranya ada dari arah Timur ke Barat yaitu rute Sembalun ke Senaru, dari arah sebaliknya ada rute Senaru ke Sembalun, yang ketiga ada dari arah Utara ke Barat yaitu Jalur Torean ke Senaru. Dari tiga pilihan tersebut, masing-masing memiliki keistimewaan tersendiri, Jalur Senaru – Sembalun banyak dipilih karena konon merupakan jalur pendek dan rimbun, tetapi medannya agak menanjak. Jalur Sembalun – Senaru lah yang laris manis dilirik sebagai jalur pendakian. Konon meski jalurnya agak panjang, struktur medan di Sembalun lebih landai, dengan padang savana yang memberi asupan sinar matahari yang sangat menjanjikan (janji bisa bikin kulit kamu item tem tem) heheheh. So siapin juga krim penolak item nya yah, alias Sunscreen yang ber ph tinggi. Sedang menurut rencana, kami akan memulai pendakian dari Pelawangan Sembalun dan menyelesaikannya lewat Senaru. Dari kampus Unram, sebuah engkel (red : elf ) carteran siap mengantarkan kami ke Terminal Aikmeil dengan harga 15.000 perorang untuk waktu tempuh sekitar 1 jam. Yah, perjalanan kami memang perjalanan ala backpacker yang anti Travel Agent. Jadi naik angkot, bahkan naik mobil bak alias mobil pick up (red: Ngompreng) sudah jadi agenda wajib. Gak kaya di Jakarta yang namanya ngompreng selalu gratis, di Lombok, dari Aikmeil menuju desa Sembalun (point entry Gunung Rinjani) harga omprengan kena charge Rp. 10.000/orang. Entah karena wilayah ini memang ladang bisnis (jadi semua dibisniskan), atau karena bersama kami ada 2 warga asing yang ikut. Padahal kalo sistem hitchhiking khusus ala bule bisa dapet omprengan gratis loh.. :P
POSWINDU, BUKAN POSYANDU Wooohooo, udara segar, puluhan bukit hijau yang membentang, dibelah ladang-ladang jagung para penduduk desa hingga riuh peternakan ayam desa menyambut kedatangan kami sore itu di Sembalun. Kami diantar sampai di Pos Tamu Sembalun, Poswindu namanya (ingat yah, bukan Posyandu), untuk mengurus masalah tiket masuk. Kamu diwajibkan mengisi data identitas kamu di Pos tamu ini, gak sembarangan loh, formulir datanya langsung dari Departemen Kehutanan dibawah Direktorat jendral Perlindungan dan Konservasi Alam, bahkan salah satu dari kalian harus bersedia dicantumkan namanya sebagai penanggung jawab team atau grup, jika kamu datang dalam bentuk grup. Biasanya, para jagawana atau pengurus Balai Taman Nasional Gunung Rinjani ini akan resmi menyarankan grup kamu untuk memakai jasa guide dan porter bahkan untuk menjamin keselamatan, pendaki akan disarankan membayar asuransi keselamatan, tetapi dengan berbagai pertimbangan matang dan seribu kenekadan, kami emoh untuk memakai jasa porter atau guide, padahal sesumbar yang kami dengar, pendaki tidak diperkenankan melakukan pendakian, paling tidak tanpa guide, apalagi kalo warga asing. Bukan tidak hormat atau mau sok jago sih, ini lebih kepada jiwa adventure kami yang berdarah-darah, dan faktor M juga sih, Lol (red:money) heheh. *secara ke Everest Base Camp aja kami gak pake guide dan porter **gaya modeON. :))) Tetapi satu hal yang harus kamu perhatikan, jika pendakian mu tanpa guide atau porter, pastikan kamu sudah menguasai sistem keamanan di pegunungan, kamu juga harus tahu semua tumbuhan dan binatang beracun. Untungnya, dengan bujug rayu maut, si mbak-mbak jagawana itu akhirnya mengizinkan pasukan kami untuk memasuki daerah pendakian. Tentu setelah membayar lunas tiket masuk seharga rp. 2.500 Rupiah perorang untuk WNI, dan 10x lipatnya untuk WNA asal Brazil, Deisy Queiros dan Roberto Lacaze. Antara senang dan ngenes (*kasian) liat mereka bayar rp. 25.000 perorang, pasalnya jadi inget nasib kami dulu saat travelling dibeberapa negara yang selalu kena charge jauh lebih mahal dari orang lokal, di India bahkan biaya masuk situs-situs ternama bisa memiliki selisih 30 kali lipat dari harga orang lokal. Tapi yah mau gimana lagi, selain diperuntukan untuk pemeliharaan , serta program pembersihan dan promosi Taman Nasional, yah emang dari situ juga kan penambahan Devisa Negara. Eiite, sabbbar boss, jangan buru-buru ngacir dulu dari tempat ini, beberapa info tentang Gunung Rinjani, dari mulai sejarah, geovulkanologi, hingga aktivitas gunung berapi ini, dulu dan sekarang, termasuk didalamnya selsmografi yang merupakan bagian dari kerja pengawasan oleh Departemen Pertambangan dan Energi, patut anda simak baik-baik di pos Vulkanologi.
MENGENAL RINJANI Yupe, menurut data yang kami himpun, sejarah nama Gunung Rinjani yang memiliki tinggi 3.726 Mdpl ini, memang tak lepas dari legenda hidup seorang putri dari pasangan Datu Tawun dan Ratu Dewi mas bernama Dewi Anjani, yang konon ketika ia melakukan ritual semedi di puncak gunung itu, ia didaulat para bangsa Jin untuk menjadi pemimpin mereka. Dalam bahasa Sasak, Rinjani berarti “tinggi”, diambil dari nama Dewi Anjani. Kawasan yang diresmikan sejak tahun 1997 ini meliputi areal inti seluas 41.330 hektar dengan 51,500 hektar hutan lindung didalamnya. Usaha pemerintah untuk melindungi sumber daya alamnya dapat kamu lihat dari beberapa kawasan atau zona konservasi yang didirikan di beberapa bagian. Bahkan kesehatan kehidupan desa sekitar kawasan ini tergantung pada kesehatan lingkungan di pegunungannya. Dengan siklus curah hujan berkisar 3000 milimeter setiap tahunnya, gunung Rinjani menjadi salah satu sumber air utama di Lombok. Baik guna keperluan rumah tangga, pertanian ataupun acara ritual. Orang Sasak dan Bali khususnya, meyakini gunung ini sebagai tanah suci, kedatangan mereka bahkan sengaja untuk melakukan pemujaan terhadap roh-roh yang menghuni sekitar kawasan gunung tersebut. Jadi, berperilaku sopan terhadap alam adalah ritual wajib bagi para pendaki, jika tidak ingin mendapat bala.
Tidak hanya batu-batu cadas yang bisa anda nikmati, pesona alam gunung ini menawarkan keistimewaan lain, diantaranya ada mata air, hot spring, Godek alias kera abu-abu berekor panjang, lutung, babi hutan, rusa,kijang, beringin, cemara, bahkan edelweis. Mengingat, Rinjani adalah gunung tinggi yang dapat menarik badai kuat, petir dan angin kencang, bila cuaca panas, matahari pun menyengat, dan suhu dingin saat malam sangat menggigit, kamu perlu persiapan dan peralatan yang baik, pakaian hangat terutama yang tahan terhadap cuaca. Kamu juga harus memperhatikan alas kaki kamu, karena sebagian jalan setapak sangat terjal. Hati-hati dengan cuaca buruk dan resiko hypotermia alias akibat kebasahan atau kedinginan. Bila terjebak dengan badai atau kilat, segeralah berlindung dan hindari tempat terbuka. Waspadai juga serangga penyengat dan tanaman-tanaman liar, salah satunya adalah pacet atau lintah. Taman Nasional ini memiliki kebijakan “pack it in” - “pack it out”, artinya, pengunjung punya kewajiban atas sampah nya, dan harus dibawa kembali keluar areal pegunungan, jadi siapkan kantong plastik khusus untuk tempat sampah anda. Taman Nasional ini juga menyimpan gunung berapi yang masih aktif. Oleh karenanya, anda perlu memperhatikan papan pengumuman, terutama hal-hal yang berkaitan dengan aktivitasnya sekarang, dan jangan malu bertanya kepada para staff Taman Nasional atupun guide tentang kemungkinan dan batas-batas pendakian.
MALAM PERTAMA Dari poswindu, mobil bak itu mengantarkan kami sampai lorong masuk menuju jalur pendakian, dengan semangat career-career itu kami panggul bersama perlengkapan lainnya. Seorang bule perempuan berjalan keluar lorong, terseok-seok sambil dipapah teman lelakinya, bahkan sebongkah kayu pun seperti sudah tak sanggup dipegangnya. Wohoooo, “Its F*ckin hard, man”, ketusnya, serta kata “Good Luck” yang ia sampaikan dengan nada miris pun membuat kami tambah getir melihatnya, sambil berpikir, sekejam apakah alam Rinjani hingga membuat si perempuan itu seperti meratapi putus cinta seribu kali. :) Hamparan sawah, ladang-ladang palawija menyambut kami sesaat, saat jalan mulai menanjak penuh ilalang, bahkan jalur jalannya sudah banyak yang hilang karena tertimbun ilalang raksasa, dibalik bukit pos 1 kami disambut oleh luasnya padang savana. Karakter jalur ini jelas membuat sensasi lain dari petualangan dipegunungan Jawa pada umumnya, karena Jawa dikenal sebagai habitat hutan homogen dan heterogen. Jangan heran kalo kamu melihat beberapa binatang unik berbentuk seperti kijang tapi berbadan seperti bayi sapi mondar-mandir disini, yah, dialah si kijang "Muntiacus Muntjak Nainggolani", salah satu jenis mamalia endemik yang hidup dikawasan ini. Lainnya ada musang Rinjani, Lutung budeng, burung Cikukua tanduk, Dawah hutan, dan beberapa reptilia. Dua setengah jam sudah kami berjalan, 4 jembatan sudah terlewati, hari pun sudah gelap, akhirnya kami sudahi perjalanan hari ini di pos 2. Disebuah Jembatan, dengan mata air dibawahnya, kami mendirikan tenda hasil pinjaman Utine ACI di camp area nya. *terimakasih Utine tendanya belon balik-balik. Kali ini kami ambil bagian menjadi koki dadakan saat makan malam, bekal sayuran hingga lauk pauk ringan berprotein kami sajikan sederhana saja. Tetapi antusias para penikmatnya nampak seperti orang kelaparan loh. *gr . Beranjak malam, semakin dingin, setelah sesi isi perut dan bersih-bersih selesai kami memilih bercanda ria didepan tenda kami masing-masing hingga larut.
SEMBILAN BUKIT PENDERITAAN Kicauan burung-burung dan semilir angin pagi membangunkan kami yang agak resah, maklum semalem kan malam pertama kami,malam jum'at lagi, belum lagi aroma mistik yang berhembus kencang lewat suara-suara jangkrik yang aneh, membuat kami harus lihai beradaptasi. Untungnya gak mengganggu stamina kami, pagi tiba, sekarang giliran Deisy yang jadi koki, niat mau bikin mie pasta, jadinya malah mie goreng, heheheh, tapi gak apa, tetap enak dengan gorengan ikan asinnya. Orang yang pertama kami lihat lewat kawasan ini adalah si jasa angkut alias porter, yang dengan semangatnya memanggul barang-barang dengan sebongkah kayu atau bambu. Tak lama si pendaki bule- nya menyusul dibelakang. Ah, saya jadi ingat para porter di jalur EBC, mereka punya cara tersendiri mengangkut barang-barang, mereka menggunakan kekuatan kepala, dagu dan punggung untuk menopang keranjang yang penuh barang dengan media kain.
Hari beranjak siang, tepat jam 10, kami bersama 1 anak Mapala, memutuskan jalan terlebih dahulu. Sedangkan dua anak Mapala lainnya masih memilih leyeh-leyeh. Maklumlah, namanya juga pendaki gunung akut, jalannya mungkin bisa secepat angin. Semua berjalan baik-baik saja hingga di pos Padabalang alias pos 3, padang savana penuh ilalang raksasa nampak masih mendominasi, lalu mulai berubah menjadi habitat bebatuan besar yang masih dipenuhi pepohonan. Pos Padabalang terletak dibelakang sebuah tebing, beralaskan batu-batu kali, sayang disini tak ada mata air, jadi jarang dibuat berkemah atau bermalam. Hari itu tepat hari Jum'at, Ijang, salah satu anak Mapala yang pendiam itu memilih tinggal untuk melaksanakan ibadah sholat Jum'at dengan umat muslim yang lain yang ada dipos 3. Kami ber-empat memutuskan untuk tetap melanjutkan perjalanan setelah beberapa menit istirahat. Nah Ini Dia (lol), jalur yang mendapat predikat paling dan paling, paling apa aja, paling disukain, paling di takutin juga, karena memiliki ciri khas lain dari gunung yang lainnya. Kalo di Gunung Gede Pangrango ada Tanjakan Setan, di Gunung Cermei ada Tanjakan Cinta, di Rinjani ada dua jalur dahsyat, kamu tinggal pilih, mau 7 bukit penyesalan apa sembilan bukit penderitaan. (bujugg, namanya aja udah mengiris hati yah). Nama bukit penyesalan diambil dari sekian banyaknya pendaki yang sering merasa menyesal telah masuk jalur ini, karena resiko dan jauhnya jarak meneruskan perjalanan atau pulang sama-sama jauhnya. Jalur bukit penyesalan sudah mulai ditinggalkan orang karena struktur jalannya yang sudah mulai hilang, gak ada pilihan lain, 9 bukit penderitaan adalah tantangannya.
Ikuti kelanjutan cerita perjalanan kami ke Gunung Rinjani di