Program Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sejatinya menjadi jembatan bagi siswa untuk mengenal dunia kerja secara langsung. Harapannya, siswa bisa mendapat pengalaman praktis yang tidak didapat di ruang kelas dan menambah keterampilan mereka. Namun, belakangan ini, muncul persoalan serius terkait pelaksanaan PKL. Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Ai Maryati Solihah, mengungkapkan bahwa program ini justru rentan disalahgunakan oleh beberapa perusahaan sebagai modus eksploitasi pekerja anak.
PKL: Seharusnya Belajar, Bukan Bekerja
PKL dirancang agar siswa mendapatkan pengalaman profesional sesuai bidang keahlian mereka. Sayangnya, realitas di lapangan tidak selalu berjalan sesuai konsep. KPAI mencatat adanya aduan dari siswa yang merasa diperlakukan seperti pekerja penuh waktu. Alih-alih mendapat bimbingan, mereka diberi beban tugas di luar kemampuan dan kapasitasnya.
Ai Maryati memberikan contoh mengejutkan. Pada 2022, sebuah hotel bintang empat di Bekasi diduga mempekerjakan siswa SMK yang magang seperti karyawan tetap. Anak-anak di bawah umur diminta bekerja dalam shift panjang, bahkan hingga larut malam, tanpa adanya pendampingan yang memadai. Kasus seperti ini membuka mata banyak pihak bahwa ada celah dalam pelaksanaan program PKL yang bisa dimanfaatkan perusahaan.
Dimana Posisi Sekolah dan Perusahaan?
Idealnya, program PKL harus melibatkan sinergi antara sekolah dan perusahaan. Sekolah bertugas memastikan siswa hanya menjalankan tugas sesuai kurikulum, sementara perusahaan berkewajiban memberikan lingkungan belajar yang aman dan etis. Namun, fakta di lapangan sering kali berbeda. Kurangnya pengawasan membuat perusahaan lebih fokus memanfaatkan tenaga anak-anak daripada mendidik mereka.
"PKL di beberapa tempat malah jadi ajang mencari tenaga kerja murah," kata Ai. Situasi ini menjadi peringatan keras bagi sekolah dan dunia usaha. Sekolah harus berperan aktif melakukan monitoring dan evaluasi terhadap siswa yang magang, bukan hanya mengirim tanpa pengawasan. Di sisi lain, perusahaan seharusnya sadar bahwa program PKL bukanlah cara untuk menekan biaya tenaga kerja.
Celah Hukum dan Perlindungan Anak
Eksploitasi anak jelas melanggar hak-hak anak yang diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Anak No. 35 Tahun 2014. Namun, dalam konteks PKL, banyak kasus luput dari pengawasan karena berada di area abu-abu: siswa yang magang tidak dianggap sebagai pekerja resmi. Akibatnya, aturan ketenagakerjaan terkait jam kerja dan hak-hak tenaga kerja sering kali diabaikan.
Perlu regulasi yang lebih tegas dan detail untuk menutup celah eksploitasi dalam program PKL. Pemerintah, melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, bisa merancang pedoman yang mengatur hak dan kewajiban siswa serta tanggung jawab perusahaan secara jelas. Selain itu, sekolah dan orang tua juga harus lebih aktif memastikan kondisi magang anak-anak mereka tetap aman dan mendukung perkembangan mereka.
Akar Masalah Eksploitasi PKL pada Pelajar SMK