Lihat ke Halaman Asli

Memilih Homestay di Jogja, Pengalaman Liburan Akhir Tahun

Diperbarui: 3 Januari 2016   12:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Senyum Warga Jogja; Credit : Kompas/P Raditya Mahendra Yasa"][/caption]

Untuk anda yang merencanakan liburan dengan rombongan besar, baik itu bersama keluarga maupun teman, seringkali menginap di homestay menjadi pilihan yang lebih hemat daripada menginap di hotel. Homestay atau sering pula disebut guesthouse dalam pengertian saya disini adalah sebuah rumah yang disewakan harian secara utuh, bukan disewakan per kamar.

Liburan akhir tahun kemarin saya pun memilih menyewa sebuah homestay di Jogja. Jumlah rombongan yang mencapai 16 orang dan tipisnya amplop bonus dari kantor akibat perlambatan ekonomi menjadi pertimbangan saya. Maka mulailah saya googling tentang semua homestay di kota Yogyakarta sejak akhir November silam. Berikut ini beberapa pertimbangan dan pengalaman yang saya dapat selama liburan kemarin.

Disewakan utuh atau sharingIni menjadi pertimbangan utama buat saya dan rombongan keluarga. Terus terang saya merasa kurang nyaman untuk berbagi sebuah rumah dengan orang yang tidak saya kenal. Apalagi rombongan saya juga terdiri dari anak-anak kecil, tentu saja suara tawa, tangis dan teriakan mereka akan mengganggu tamu yang lain. Mencari info mengenai homestay yang disewakan utuh juga perlu trik karena beberapa website terkenal untuk booking hotel hanya menampilkan rumah-rumah yang disewakan per kamar. Untuk menemukan homestay yang disewakan utuh saya mendapatkan infonya dari situs olx mengenai rumah yg disewakan serta website-website lokal Jogja yang isinya tentang homestay. 

Lokasi. Buat yang tidak familier dengan Jogja, info mengenai lokasi ini menjadi kesulitan tersendiri. Seringkali pemilik homestay memasang judul "dekat dengan Malioboro dan Kraton" atau "terletak di tengah kota Jogja" padahal lokasinya beberapa kilometer dari Malioboro. Ya, tidak bisa disalahkan sih, toh definisi dekat itu relatif. Untuk hal ini saya sangat menghargai para pemilik yang berani memasang alamat lengkap disertai peta lokasi homestay. Tunjukkan kedua info ini pada orang yang mengerti Jogja untuk konfirmasi seberapa dekat sebenarnya lokasi homestay itu dengan Malioboro, Kraton atau Alun-alun Selatan misalnya. Kalau buat saya sih batasan dekat itu adalah jika ditempuh dengan berjalan kaki sudah bikin keringatan, tapi belum sampai bikin lapar.

Sedikit catatan mengenai lokasi. Saya memang tidak mengincar tempat di kawasan yang bersebelahan dengan Malioboro mengingat betapa padatnya kendaraan disitu pada musim liburan. Saya tidak ingin jika sore/malam hari saat sudah capek menyetir mobil seharian, saya masih harus berjuang  menembus kepadatan lalu lintas untuk mencapai penginapan. Ada banyak homestay yang terletak dekat dengan Malioboro atau Kraton tapi tidak bersebelahan persis sehingga masih terhindar dari kepadatan lalu lintasnya.

Fasilitas. Jogja pada hari-hari tertentu bisa lebih panas dari Jakarta lho, karena itu buat saya kamar ber-AC itu harus. Selain itu tempat parkir juga jadi pertimbangan karena kami menggunakan 3 mobil minibus. Ada tidaknya housekeeper atau cleaning service jadi nilai plus juga, lha di rumah saya dengan 4 orang anggota keluarga saja istri saya sudah kerepotan membersihkan rumah, apalagi ini 16 orang yang bapak-bapak dan anak-anaknya pada malas cuci gelas dan piring masing-masing. Kami liburan 4 hari dan selalu berangkat pagi pulang sore, kasihan juga kan kalau sudah capek masih harus membersihkan semua yang tidak sempat dibersihkan pagi harinya. Jika tidak dibersihkan tentu saja hari ke 3 dan 4 homestay ini sudah jadi gudang sampah. Fasilitas diluar 3 hal itu biasanya tersedia di semua homestay, diantaranya tv, kulkas, dispenser, alat masak dan lain-lain. Disediakan breakfast atau tidak bukan hal yang penting karena kami lebih memilih wisata kuliner sejak pagi.

Tarif.  Persaingan tarif antar homestay sepertinya cukup ketat dan yang jelas saya tidak akan memilih yang habisnya lebih mahal daripada menginap di hotel. Seringkali pemilik hanya mencantumkan tarif untuk hari-hari biasa dan berharap calon tamu menghubungi mereka untuk mendapatkan tarif yang berlaku untuk libur besar. Ini saya nilai wajar mengingat adanya persaingan itu tadi. Untuk mendapatkan tarif yang terbaik, usahakan anda berhubungan langsung dengan pemilik homestay untuk negosiasi. Kadang info contact person di internet itu bukan pemilik homestay namun hanya perantara. Tanda-tandanya adalah jika mereka tidak mencantumkan alamat lengkap, peta atau foto bagian depan homestay. Tujuannya tentu agar calon tamu berhubungan dengan mereka dan tidak ketemu langsung dengan pemilik. Nah, kalau berurusan dengan perantara, kecil kemungkinan anda mendapat tarif yang terbaik.

Nah, demikian beberapa hal mengenai pengalaman saya memilih homestay selama liburan akhir tahun kemarin. Mudah-mudahan berguna buat teman-teman sekalian. Selamat tahun baru, selamat mengejar target penjualan yang baru untuk orang-orang marketing, selamat mempelajari anggaran negara atau anggaran daerah yang baru untuk para PNS. Semoga kerja keras kita semua sepanjang tahun 2016 ini diganjar dengan amplop bonus tebal dan kesempatan cuti yang panjang akhir tahun nanti.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline