Lihat ke Halaman Asli

wahyu prakoso

Assistant Engineer

Memahami Kecerdasan Buatan Melalui Perilaku Alam

Diperbarui: 1 November 2023   00:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

www.istockphoto.com

Anda mungkin belum sempat merenung, mengapa pada saat digigit nyamuk, anda cepat dapat menentukan bagian yang telah digigit tersebut, dan dengan cepat pula anda dapat menyelesaikan permasalahan ini dengan memukul nyamuk yang telah menggigit. Hal ini tentu merupakan hasil kerja sebuah sistem yang sangat pintar (smart), yaitu sistem pada tubuh manusia yang sangat cepat dalam merespon gangguan. 

Dari kejadian diatas, dapat kita analogikan bahwa gangguan adalah berupa gigitan nyamuk, kemudian muncul umpan balik (feedback) berupa rasa sakit/gatal, berikutnya feedback diolah oleh otak sebagai processor, yang berhasil menentukan posisi nyamuk yang menggigit, lalu terdapat aktuator yaitu berupa respons yang harus dilakukan dan  ada (output) yaitu rasa sakit/gatal yang hilang.

  Sekelumit cerita tersebut mengilhami De Castro dan kawan-kawannya memunculkan metode Artificial Immune System (AIS), dan juga kecerdasan manusia yang di transmisikan melalui syaraf yang telah melahirkan metode Artificial Neural Network (ANN), Ini adalah permulaan pendekatan berpikir yang sangat baik untuk mengadopsi sistem kontrol pada manusia agar dapat diterapkan pada objek kontrol yang lain. Segelintir kalimat diatas dikutip dari buku berjudul Artificial Intelligence : Mengupas Rekayasa Kecerdasan Tiruan, karya Imam Robandi menjadi pembukaan dalam artikel ini sebelum masuk kedalam tema utamanya yaitu kecerdasan buatan, belajar dari Alam.

Pada masa modern ini, kehadiran dan perkembangan kecerdasan buatan (artificial intelligence) menjadi hal yang lumrah, yang telah membawa dampak besar di berbagai aspek kehidupan manusia. Kecerdasan buatan telah mengubah cara kita bekerja, berkomunikasi, belajar, bermain, dan bahkan melayani berbagai sektor ekonomi dan industri. Ingatkah anda, saat sedang asyik menonton video di kanal Youtube atau Netflix tiba-tiba muncul iklan atau rekomendasi tontonan yang sesuai dengan preferensi Anda, atau saat belanja di Tokopedia atau Shopee muncul rekomendasi produk yang kebetulan sesuai dengan yang anda inginkan atau cari. Itu semua adalah teknologi rekomendasi berbasis AI  yang sangat umum digunakan dalam berbagai platform online, seperti e-commerce, streaming video, dan media sosial. 

Tujuannya adalah memberikan pengguna pengalaman yang lebih personal dan relevan dengan menyajikan produk, konten, atau layanan yang sesuai dengan preferensi dan perilaku penggunanya. Salah satu tujuan utama penggunaan AI adalah penyelesaian pekerjaan manusia dengan hasil yang optimal, yaitu waktu cepat dan hasil maksimal, atau waktu cepat dengan kesalahaan minimal, sehingga AI sangat dibutuhkan  untuk mampu berinteraksi (High Adaptability) dengan lingkungan secara cepat.

Begitu dekat teknologi AI dengan keserian kita namun, Tahukah anda, bagaimana teknologi AI ini bekerja?. Teknologi AI, atau kecerdasan buatan, bekerja berdasarkan prinsip-prinsip yang terinspirasi oleh cara manusia memproses informasi dan belajar. Meskipun ada berbagai pendekatan dalam AI, salah satu yang paling umum digunakan adalah pembelajaran mesin (machine learning). Cara AI belajar mengacu pada konsep bahwa algoritma dan teknologi kecerdasan buatan (AI) dapat meniru prinsip-prinsip atau proses yang terdapat dalam banyak perspektif, salah satunya adalah dari alam.  AI dapat "mengamati" bagaimana berbagai fenomena alam bekerja dan kemudian mengadaptasi prinsip-prinsip itu dalam konteks teknologi Untuk meningkatkan kinerjanya. 

Perilaku Alam yang cerdas sering kita baca melalui peristiwa, perilaku tumbuhan yang cerdas sering membuat kita merenung, dan perilaku hewan yang cerdas dapat kita ambil manfaatnya untuk memperlancar dan mempercepat tujuan manusia. Banyak sekali fenomena-fenomena di alam terbuka yang mengilhami dan memaksa manusia untuk berpikir keras untuk membuat kecerdasan tiruan. Kehadiran semut yang bergerombol berbaris rapi, sekumpulan paus yang berburu, lebah-lebah yang berkoloni, merupakan sedikit dari banyaknya algoritma-algoritma yang terinspirasi dari kehidupan di alam terbuka, yang akhirnya menjadi pondasi dalam optimasi pada kecerdasan buatan.

www.istockphoto.com

Kita ambil salah satu contoh algoritma yang terinspirasi dari alam seperti penjelasan sebelumnya, yaitu  Ant Colony Optimization Algorithms atau Algoritma Optimasi Koloni Semut."Ant Colony Optimization" adalah jenis algoritma optimisasi yang terinspirasi dari perilaku koloni semut dalam mencari makanan. Algoritma ini dikembangkan berdasarkan gagasan bahwa semut melepaskan jejak feromon untuk berkomunikasi dengan anggota koloni lainnya dan untuk menandai jejak menuju sumber makanan. Jejak feromon ini memberikan petunjuk kepada semut lain tentang rute yang paling efisien untuk mencapai sumber makanan.Dalam konteks algoritma ACO, jejak feromon dibuat dan diperbarui oleh agen virtual yang berperan sebagai "semut" dalam komputasinya. 

Algoritma ini digunakan untuk menyelesaikan berbagai masalah optimisasi. Algoritma ACO bekerja dengan meletakkan beberapa agen virtual (semut) di titik awal dan memungkinkan mereka menjelajahi berbagai solusi. Semut-semut ini mengikuti jejak feromon yang ada dan memberikan kontribusi terhadap pembaruan jejak feromon saat mereka menemukan solusi yang lebih baik. Dengan demikian, jejak feromon pada rute-rute yang lebih optimal akan meningkat, dan seiring waktu, solusi yang lebih baik akan muncul.

ACO telah terbukti sangat efektif dalam menyelesaikan berbagai masalah optimisasi kompleks. Itu adalah salah satu contoh dari bagaimana konsep dari perilaku alam dapat diterapkan dalam komputasi untuk menyelesaikan masalah manusia yang rumit. Beberapa diantaranya adalah masalah pencarian rute terbaik berdasar kondisi lalu lintas, pembagian tugas dan pekerjaan sesuai dengan target, penjadwalan kendaraan umum, pendistribusian tenaga listrik, optimasi jaringan mikrogrid, dan masih banyak lagi.

Terakhir, Seiring kemajuan AI, pemahaman teknis dan literasi digital menjadi semakin penting. Kita harus bisa mengidentifikasi bias dalam data, mengelola risiko keamanan siber, dan mengambil tindakan yang sesuai dalam situasi-situasi yang melibatkan AI. Keberhasilan AI dalam memahami data, merumuskan solusi, dan mengambil tindakan tidak boleh menggeser pentingnya nilai-nilai kemanusiaan, etika, dan pertimbangan moral dalam pengambilan keputusan. Keputusan yang berdampak pada hak asasi manusia, privasi, keadilan, dan kesetaraan harus tetap menjadi domain manusia. Manusia memiliki pengetahuan budaya, konteks sosial, dan intuisi moral yang penting dalam mengambil keputusan yang kompleks dan menimbang berbagai faktor. AI mengajarkan kita banyak hal, namun juga mengingatkan kita akan pentingnya menjaga keterlibatan manusia dalam pengambilan keputusan yang mempengaruhi kehidupan kita.

 Dalam penggunaan AI, kita harus selalu mengingat bahwa meskipun AI dapat memberikan wawasan dan rekomendasi yang berharga, kebijakan dan keputusan akhir harus tetap berada dalam kendali manusia. Sementara AI dapat mengolah data dan memberikan solusi, nilai-nilai kemanusiaan, etika, dan pertimbangan moral tetap harus menjadi panduan dalam pengambilan keputusan yang relevan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline