Lihat ke Halaman Asli

Di Mana Urgensi RUU KPK?

Diperbarui: 22 Maret 2017   23:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pertanyaan yang paling mendasar adalah, dimana urgensi RUU KPK yang sekarang eksis itu, sehingga istilah pelemahan terhadap KPK muncul (lagi) ?. Inilah yang kemudian menjadikan wacana RUU KPK ini menjadi polemik di masyarakat saat ini, karena tidak di fahami esensi penguatan KPK itu pada bagian yang mananya

Setidaknya dua bulan belakangan, kita melihat bahwa badan legislasi DPR bersikeras mengadakan sosialisasi rencana perubahan undang-undang komisi pemberantasan korupsi (KPK). Argument perubahan yang dipakai adalah penguatan institusi dan kewenangan komisi pemberantasan korupsi.

Susah meyakini niatan badan legislasi mengamandemen undang-undang KPK adalah untuk menguatkan lembaga antirasuah tersebut. Sebab, poin yang ngotot ingin diubah terletak pada pengaturan ulang fungsi penindakan KPK, dimana 80% keberhasilan komisi antikorupsi membongkar kasus-kasus suap adalah dengan menggunakan penyadapan. Jika demikian, sangat mudah ditebak bahwa ini merupakan indikator bahwa banyak politisi di senayan yang terancam oleh sepak terjang KPK.

Menariknya, sosialisasi yang dilakukan badan legislasi di sejumlah kampus bersamaan dengan terbongkarnya mega proyek e-ktp yang dananya diduga dijadikan “arisan” oleh para kaum elit. Tak kurang dari dua milyar diduga mengalir kesejumlah partai politik, anggota DPR, dan beberapa pejabat Negara.

Dari beberapa nama yang diduga terseret dalam mega proyek e-ktp tersebut, sejumlah nama merupakan pemain lama yang sudah menjadi tersangka dalam kasus korupsi lainnya. Sejumlah nama lagi, namanya beberapa kali terseret dalam kasus korupsi yang lebih besar,namun hingga kini masih bebas dan menjabat sebagai anggota DPR aktif.

Hal ini mengindikasikan bahwa mereka yang diduga terlibat beberapa kali dalam kasus korupsi seolah mempunyai backing yang kuat, yang mampu menegoisasikan hukum sesuka mereka. Hal itulah yang menjadi catatan penting agar KPK tak antiklimaks dalam setiap kasus yang sedang ditangani.

Langkah DPR ini seperti halnya serangan balik yang dilancarkan untuk meporak-porandakan pertahanan KPK. Tentunya hal ini bukan merupakan yang pertama bagi lembaga ad hoc tersebut semenjak didirikan pada tahun 2002. Masih segar dalam ingatan kita munculnya istilah “cicak vs buaya” setelah KPK berhasil menyadap obrolan antara kabareskim susno duaji dengan anggoro, juga memanasnya kasus century yang menyeret dinasti cikeas dan berujung dengan penetapan antasari azhar selaku ketua KPK waktu itu sebagai tersangka kasus (rekayasa) pembunuhan nasrudin zulkarnaen, dan yang terakhir adalah kriminalisasi pimpinan KPK oleh polri ketika menetapkan calon kapolri budi gunawan dalam kasus rekening ‘gendut’.

Partisipasi Rakyat

Sudah seharusnya kita sebagai rakyat yang sudah jengah dengan tingkah laku para wakil kita disenayan, untuk berupaya terus dan mendorong agar upaya pemberantasan korupsi oleh KPK jauh dari intervensi pihak manapun.

Oleh karena RUU diusulkan dengan jalur konstitusi oleh para anggota DPR dengan menggunakan hak legislasi mereka, ormas, LSM, ataupun NGO juga bisa menggunakan jalur konstitusi dengan membuat alternative tentang rancangan undang-undang yang memperkuat posisi ataupun kewenangan KPK.

Upaya kedua bisa dilakukan dengan mendorong presiden untuk melindungi komisi antikorupsi dari segala macam intervensi. Secara administrasi, presiden perlu mengeluarkan surat perintah untuk menghentikan rancangan undang-undang teersebut. Sebenarnya hal ini tak terlalu sulit dilakukan, kecuali presiden dihadapkan pada conflict of interest dengan koalisi partai pendukungnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline