Lihat ke Halaman Asli

Abdul Kahar

Pembaca aktif, penulis pasif

LGBT, Antara Batasan dan Kebebasan

Diperbarui: 13 Maret 2018   18:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tahun 2013 lalu, situs suarakita.org menurunkan sebuah cerita singkat oleh penggagas Harian Tempo, Goenawan Muhammad. Dalam tulisannya ia mengisahkan seorang anak perempuan yang punya kebiasaan eksesif dalam kesehariannya. Dalam tulisannya ia menceritakan sebuah peranan anak perempuan dalam dunia sosial yang memiliki kelainan orientasi seks dari perempuan pada umumnya.

Dalam tulisan tersebut penulis menyampaikan sebuah gagasan akan sebuah peranan dari seorang anak perempuan yang tak lain itu adalah anaknya sendiri, ia mengisahkan akan keikutsertaannya  dalam proyek -- proyek sosial kemanusiaan secara tidak langsung. Ia juga sempat kaget dengan apa yang telah menimpa anaknya, hanya saja wujud apresiasi atas kejujuran yang dimiliki oleh anaknya membuat  ia kemudian melihat apa yang terjadi dari perspektif yang berbeda. Berangkat dari penggambaran lewat bahasa yang sangat mudah dan ringan maka kami akan mencoba membedah beberapa paragraf dalam tulisan tersebut.

Pada paragraf ketiga dalam tulisan tersebut Goenawan mengungkapkan bahwa "Harus diakui, kami cemas, takut hal itu akan mencelakakannya dan bertanya-tanya apa sebab hal itu terjadi kepadanya. Tetapi kami merasa tidak ada yang perlu dihalang-halangi atau diubah". Dari pernyataan di atas apa yang disampaikan oleh penulis bahwa ia sebenarnya cemas akan apa yang menimpa anaknya tapi setelah ia berpikir sepertinya tidak ada yang salah dari apa yang terjadi.

Lesbian merupakan sebuah orientasi seks yang berbeda, tentu hal ini sangatlah jelas akan membahayakn anak tersebut, misalnya kelainan seks itu akan terus berlanjut hingga ia sama sekali tidak akan menyukai laki -- laki dan tidak akan menikah, nah ini sangat jelas akan mengakibatkan si anak tidak akan mendapatkan keturunan. Idealnya, setiap orang tua ketika melihat potensi akan terjadinya sebuah kesalahan maka selaku orang tua, Goenawan Muhammad seharusnya mengambil langkah preventif sebagai bentuk kasih sayang dan  cintanya, bukan malah membiarkan itu begitu saja dengan dalih cinta yang tak bersyarat.

Di dalam islam mencegah kemungkaran adalah sebuah kewajiban maka ia harus dicegah sekecil apapun kemungkaran itu. Rasulullah SAW bersabda :

Dari Abu Sa'id Al Khudri radhiyallahu 'anhu dia berkata, "Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, 'Barang siapa di antara kalian yang melihat kemungkaran, hendaklah dia merubahnya dengan tangannya. Apabila tidak mampu maka hendaknya dengan lisannya. Dan apabila tidak mampu lagi maka dengan hatinya, sesungguhnya itulah selemah-lemah iman.'." (HR. Muslim)

Pada paragraf  keenam Penulis mengungkapkan bahwa ia tidak pernah menyesali atas apa yang  menimpa anaknya karena itu juga ciptaan Allah tapi ia hanya ingin marah ketika anaknya melakukan perbuatan yang amoral atau bahkan mendzolimi orang lain "tetapi saya yakin Tuhan --- sebagaimana yang saya pahami --- menerima perbedaan yang ada dalam ciptaan-Nya. Saya hanya akan menyesal andai kata Mita biasa merebut hak dan mencurangi orang lain, atau menganiaya orang lain, atau mengumbar kebencian". 

Dari ungkapan tersebut kita bisa memahami bahwa penulis menganggap bahwa tuhan akan memaklumi setiap kesalahan yang ada pada manusia dikarenakan kesalahan ini adalah ciptaanya sendiri, padahal di dalam islam ada sesuatu yang kemudian diciptakan bukan menjadi alasan bagi kita untuk mengambilnya akan tetapi sebagai ujian bagi kita. Misalnya, Allah menciptakan syetan bukan untuk kita berteman dengannya tapi justru untuk memusuhinya. Allah menciptakan buah khuldi bukan untuk memakannya tapi untuk menjauhinya. Hal inilah yang kemudian diciptakan untuk menguji seberapa taat kita terhadap perintahnya.

Pada paragraf kesebelas Goenawan Muhammad dan istrinya mengungkapkan bahwa anaknya selalu juara kelas dan ia tidak pernah mendorong untuk itu dikarenakan anak itulah yang akan menentukan pilihannya, "Mita selalu juara kelas, tapi saya dan ibunya tidak pernah mendorong untuk itu. Bahkan praktis tak membahasnya, pada akhirnya anak -- anak itu yang akan menentukan pilihan mereka, ambisi mereka, keyakinan mereka".

Orang tua yang baik adalah yang senantiasa mendukung dan mengawasi setiap langkah yang dilakukan oleh anaknya. Di dalam islam hubungan antara orang tua dan anak sangatlah penting karenanya jangan heran ketika Allah menjadikan anak sebagai salah satu ladang pahala jariyah. Hal ini memberikan isyarat untuk terus memperbaiki generasi dan selalu mengawasi setiap pilihan yang akan diambilnya.

Pada paragraf kedelapan belas Goenawan Muhammad kembali mengungkapkan bahwa ia sangat senang dengan kedatangan pacar anaknya karena ia seolah mendapatkan keluarga baru "anak saya hanya ada dua, jika ada pacar Mita di rumah, rasanya seperti dapat satu orang anak lagi".Islam mensyariatkan pernikahan dengan tujuan melahirkan keturunan. Masalah kesepian yang dialami oleh seorang Goenawan seharusnya mengarahkan anaknya untuk punya orientasi seks yang sehat agar  bisa melahirkan  keluarga baru yang akan menjadikan suasana lebih ramai dari biasanya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline