Dalam momentum peringatan hari buruh internasional atau May Day tahun 2019 yang lalu, Presiden Jokowi berjanji akan segera merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan (PP 78/2015).
Dalam pertemuan yang diselenggarakan di Istana Bogor dan dihadiri sejumlah pimpinan serikat buruh, Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri, dan Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko itu; presiden menegaskan agar revisi secepatnya bisa dilakukan.
Namun sayangnya, hingga kini janji itu belum dilakukan. Oleh karena itu tidak berlebihan jika kemudian serikat pekerja mendesak agar janji untuk melakukan revisi segera dilakukan. Salah satunya disampaikan Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (Said Iqbal) yang juga Presiden Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI), Said Iqbal.
Said Iqbal meminta agar revisi terhadap PP 78/2015 segera dilakukan, paling lambat akhir bulan Agustus 2019 ini. Hal ini penting, agar bisa digunakan sebagai acuan untuk penetapan upah minimum tahun depan.
Tiga Poin Revisi
Menurut Said Iqbal, revisi PP 78/2015 harus dilakukan dengan memastikan 3 (tiga) hal berikut:
Pertama, mengembalikan hak berunding serikat pekerja melalui dewan pengupahan.
Saat ini, serikat pekerja tidak lagi dilibatkan dalam menentukan kenaikan upah minimum. Berdasarkan PP 78/2015, kenaikan upah minimum ditentukan sepihak oleh pemerintah pusat berdasarkan inflansi dan pertumbuhan ekonomi.
Itulah sebabnya, revisi PP 78/2015 harus dilakukan untuk mengembalikan mekanisme penetapan upah minimum melalui perundingan di dewan pengupahan yang melibatkan tripartit (pekerja, pengusaha, dan pemerintah), setelah melalui mekanisme survey pasar untuk menghitung nilai Kebutuhan Hidup Layak (KHL).
Kedua, penetapan kenaikan upah minimum harus berdasarkan survey pasar terhadap KHL.