Lihat ke Halaman Asli

Kaha Anwar

Pengajar, Petani, dan Tukang Ngarit

Masnawi: Dari Rumi Untuk Cinta

Diperbarui: 25 Juni 2015   20:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13278288002058343800

Judul:Masnawi Kisah-Kisah Fantastis Dari Persia Karya Jalaludin Rumi

Judul Asli:Masnawi

Penerjemah :Muh. Abd. Salam Kafafi

Penerbit:Belukar, Yogyakarta

Tahun Terbit:Cet. I, Januari 2004

Tebal:275 halaman

Membaca masnawi pasti teringat dengan Jalaludin Rumi. Seorang penyair mistis, lebih tepatnya penyair sufistik, dan pendiri tarekat Maulawiyah. Jalaludin Rumi Dalam pengajaran sufistiknya selalau menekankan cinta, dan ini menghiasi pula dalam karya syair-syairnya. Mengapa cinta yang menjadi titik fokus sang maula?

Sebab, dengan cinta manusia bisa bersatu dengan Pecinta Agung Yaitu Allah. sebagaimana anjuran para sufi lainnya, Rumi selalu menyeru untuk mendekatkan kepada Allah dengan cara mencitai-Nya sepenuh hati. Mencintai berarti menunjukkan sikap tiada pamrih sesuatu apapun kecuali kehadiran yang dicintai. Mencintai Tuha bukan berarti takut pada neraka dan merindukan surga semata, tetapi lebih karena mencintai Sang Pemberi Cinta. Kecintaan Tuhan terhadap manusia yang ditunjukkan dengan amanah-Nya terhadap manusia untuk menjadi Kholifah-Nya di bumi. Sungguh kepercayaan yang tiada tara sekaligus naif bila disia-siakan manusia.

Rasa cinta yang mendarah daging tersebut, membuat Jalaludin Rumi melahirkan puisi yang menawan hati para pencari spriritual di seluruh dunia karena kedalaman dan keindahannya. Larik-larik puisinya menyentuh segenap dimensi kehidupan, mengombakkan gelora kerinduan pada Sang Maha Pecinta. Tak pelak, puisi Jalaludin Rumi banyak yang mengkaji dan mengagumi, bukan sebatas umat Islam tetapi umat beragama lain pun menganggap puisnya merupakan puisi cinta universal yang dimiliki manusia sebagai fitrahnya.

Karen Armstrong, dalam bukunya “Sejarah Tuhan”, menuliskan bahwa Masnawi memiliki daya tarik yang lebih populer dan membantu menyebarkan konsepsi ketuhanan kaum mistik di kalangan kaum awam yang bukan sufi. Masnawi menantang seorang muslim untuk menemukan realitas tersembunyi di balik penampakan lahiriah. Ego adalah yang membutakan mata kita dari misteri batin yang ada dalam segala sesuatu, tetapi begitu kita bisa melampuinya maka kita tak lagi merupakan wujud yang terpisah tetapi satu dengan Dasar semua yang ada.

Melalui puisi-puisnya Jalaludin Rumi menyampaikan bahwa pemahaman atas dunia hanya mungkin bisa didawat melalui cinta, bukan semata-mata lewat kerja fisik. Dalam puisinya Rumi juga menyampaikan juga bahwa Tuhan, sebagai satu-satunya tujuan, tidak ada yang menyamai.

“Wahai manusia yang merasa cukup dengan kata “Dia” sebatas “Dia”. Bagaimana kau memurnikan dirimu dari hawa nafsu tanpa gelas ilahiah? Apa yang bisa dimunculkan dari sifat dan nama? Imajinasi penunjuk jalan menuju ilahi. adakah esensi petunjuk tanpa merujuk yang ditunjuk? Apabila kemuliaan jiwa ditemukan, wujud singa Goul akan lenyap dengan sendirinya. Pernahkah kau tahu sebuah nama tanpa hakikat? Ataukah kau dapat petik mawar dari M-A-W-A-R?

Murnikan dirimu dari nafsu bila hendak terbebas dari nama dan huruf. Keluarlah dari warna layaknya besi yang bertukar warna mengkilap setelah digosok karatnya. Jadikan olah spiritual sebagai cermin yang memantulkan segala sesuatu dengan terang. Sucikan nafsumu dari sifat-sifat inderawi demi Dia agar dapat kau saksikan dirimu yang bersih dan suci.

Mereka yang biasa menggosok kaca benggala hatinya akan terbebaskan dari bau dan warna. Mereka tidak pernah membelakangi cermin kesaksian yang indah walaupun hanya sekejap. Mereka meninggalkan bentuk lahiriah, menanggalkan kulit luar pengetahuan, dan menatap Yang Maha Benar dengan sepenuh hati. Pikiran telah lenyap berganti cahaya.

Genggam erat cucuran air ma’rifat dan berlarilah menuju Samudera-Nya. Manusia-manusia agung menyongsong kematian yang ditakuti oleh sebagaian besar manusia. tak seorang pun sanggup menolong kalbu mereka yang gemetar. Kesengsaraan mereka hanya menimpa jasad luar tanpa menembus saripati jiwa, mereka terbebaskan dari ilmu nahwu dan fikih; mereka menanggung mahw (keterhapusan dari nafsu) dan fakir.

Perlu digaris bawahi, bahasa dalam puisi Masnawi dan puisi-puisi Jalaludin Rumi penuh simbolik sehingga perlu ketelitian dan kesabaran dalam menggali makna yang hendak ditangkap pembaca. Puisi Jalaludin Rumi, memang bukan puisi yang hanya didasarkan pada diksi, ritme kata atau asesoris sastra semata tetapi lebih pada bahasa simbolik yang memang, kenyataannya, dunia simbol banyak digunakan untuk mengungkapkan sesuatu yang susah didefinisikan. Seperti yang diutarakan bahwa penyucian kalbu menjadi penting untuk membebaskan kita dari kata, atau rangkaian huruf.

Akhirnya, seperti yang diungkapan Reynold A. Nicholson, bahwa syair-syair Rumi mirip saluran kecil menuju samudera: tiada batas, tiada garis pemisah. Selamat membaca dan menemukan makna dari simbol-simbol yang sarat makna.

Khoirul Anwar

kaha.anwar@gmail.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline