Saya bukan pecandu rokok, bahkan membenci para penghisapnya yang ngebul serampangan. Tapi ketika saya mengamati para buruh rokok dan petani tembakau (sebut saja kawulo alit) saya jadi berpikir ulang.
Ya.. merokok itu salah bahaya bagi kesehatan, tapi memutus rantai perokokan tanah air dengan menekan produksi sekecil-kecilnya, betulkah cara demikian? Setahu saya merokok itu perilaku yang terjadi karena habit yang terpelihara dari waktu ke waktu. Pavlov saja membutuhkan waktu untuk berhasil melakukan classic conditioning.
Sedikit gambaran, saya ceritakan proses di kalangan bawah. Proses menanam rokok hingga menjualnya, butuh proses yang panjang juga melibatkan pekerja lepas yang tak terbilang. Mulai dari lahan. Lahan petani kecil tak seberapa luasnya, itupun lahan sewaan.
Ha dihargai 2 jutaan untuk sekali masa tanam. Untuk memudahkan kita memahami mereka, anggaplah seorang petani memiliki lahan 1 Ha dengan harga sewa 8 juta sekali masa tanam. Per 1 Ha membutuhkan pekerja 40 orang. Orang-orang tersebut pulalah yang bertugas merawat tembakau mulai dari baby hingga siap jual.
Lahan yang ada kemudian digemburkan dengan di pacul atau traktor, dibuat guludan, ditonjo (menanam benih). Lanjut memasuki umur 3 hari, ngerabuk (menabur pupuk tanaman). Jika di pertanian padi, kita terbiasa melihat pria-pria perkasa ngerabuk, di dunia pertembakauan lebih banyak wanita-wanita perkasa yang melakukannya.
Proses selanjunya ipok (menutupi akar tembakau yang kelihatan akarnya). Berlanjut ke matun (menyiangi rumput). Umur 20 hari ngerabuk lagi. Pengairan tembakau cukup jarang, jadi tembakau sangat bagus jika ditanam di musim kemarau seperti sekarang. Karena tembakau merupakan jenis tanaman yang kurang menyukai air, maka proses selanjutnya adalah lencek (mendalamkan galian air di sekitar guludan).
Masuk ke umur 30 hari, mulai motes (membuang pucuk tanaman tembakau). Dilanjut dengan ngeprol (menghentikan pertembuhan pucuk tembakau dengan obat tertentu).
Tembakau yang berkualitas, akan dipanen di umur 60-65 hari. Pepananenannya perlahan, pemetikan pertama 2 helai paling bawah. 3 hari kemudian 3-4 helai. Terus.. sampai pucuknya habis.
Daun-daun tembakau yang sudah dipetik harus diimbu (mirip diungkep) 2 malam, baru bisa dirajang. Beberapa kawulo alit masih menggunakan gobet (alat manual untuk merajang).
Hal ini membuat prosesnya menjadi lebih lama dan menambah pekerja. Tembakau yang sudah dirajang, akan dieler (ditata di widek -- sejenis anyaman bambu yang lebar). Dijemur diterik matahari 2 hari, dengan setiap jam 12 siang membalik tembakau eleran tersebut. Malam harinya ngayem (masa tenang tembakau agar tembakau tidak lengket). Proses akhir adalah di bal. 1 bal berisi 60 widek.
Dari sekompleks pemrosesan tersebut, buruh tembakau dibayar sekenanya. Wanita 30ribu/hari, lelaki 35ribu/hari. Bayarnya harian? Tidak juga. Hanya untuk proses awal pembenihan saja yang dibayar harian, selebihnya dibayar mingguan. Adapun untuk proses ngerajang, dibayar borongan. Setiap 1 kuwintal dibayar 60 ribu, itupun harus dibagi 10 orang.