Tiga hari sudah aku nggak doyan makan apapun. Setiap si Bambang, Budi dan juga siBagus, sahabat-sahabatku memancing selera makanku, bahkan sampai menyuapiku makanan-makanan enak favoritku seperti soto daging "Jombangan", Rawon "Suroboyoan", sampai tahu campur juga Soto ayam khas Lamongan yang sedepnya nggak ketulungan itu, semuanya aku muntahkan!
Tadi malam! Bu Haji Udin, ibu kosku yang sudah seperti ibuku sendiri itu, sepulang dari Bangkalan juga membawakanku oleh-oleh Bebek Sinjay, kuliner kesukaanku. Sayang, ini juga tidak membantu! Bahkan baru mencium baunya saja, kepalaku langsung pusing!
Kata Mas Bayu, mantri puskesmas yang di kamar sebelah, aku stres dan asam lambungku meresponnya hingga over dosis!
"Gus, kita bawa Bintang ke ustad Burhan aja yuk! Kasihan seperti ini terus." Bambang, sahabatku sekampung itu mencoba memberi solusi untuk keadaanku yang tidak juga membaik meskipun sudah minum obat dan dirawat Mas Bayu.
"Kok ke Ustad Burhan!? Memangnya dibawa kesana si-Nina bisa balik lagi?" Si-Budi sahabatku yang paling pragmatis ini selalu mempunyai cara berbeda untuk menyelesaikan masalah!
"Lha terus, yok opo Iki!?" Giliran si-Bagus bertanya.
"Kita bawa ke Bi' Ikah aja gimana?" Ide pragmatis Budi keluar kagi.
"Bi' Ikah sopo?" Tanya Bagus lagi.
"Itu, dukun lintrik di kampung sebelah" Jawab Si Budi, enteng saja!
Mendengar jawaban si Budi, tidak hanya Bagus dan Bambang saja yang terkejut dan melongo berbarengan, aku yang lemaspun juga ikutan melongo dibuatnya!