Lihat ke Halaman Asli

kaekaha

TERVERIFIKASI

Best in Citizen Journalism 2020

Kronik 2 Lebaran, Lorong Waktu Mengabadikan Kuliner Tradisional Nusantara

Diperbarui: 10 Mei 2023   20:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Tahun 2023 ini kita kembali berlebaran 2 kali. Fenomena  ini mengingatkan saya pada beberapa kali lebaran di era 90-an, yaitu hatrick "lebaran ganda" tahun 1992, 1993 dan 1998 yang ditakdirkan Allah SWT juga mengalami perbedaan penetapan tanggal 1 syawal, hingga setidaknya umat Islam saat itu juga bertemu dengan 2 jawal lebaran yang berbeda.

Serasa Deja Vu!

Diantara ketiga edisi "lebaran ganda" era 90-an diatas, lebaran edisi 1992 atau 1412 H, menjadi momen berlebaran saya yang paling spesial! Saat itu, saya duduk di bangku SMA dan baru saja melewati momentum sweet seventeen yang artinya, sudah dewasa dan sah "memegang" KTP dan SIM. Naaaaah ini dia salah satu clue-nya!

Saat itu, pemerintah menetapkan  Idul Fitri jatuh pada 4 April, sedangkan sebagian umat Islam berlebaran sehari sebelumnya, 3 April berbarengan lebaran di Arab Saudi. Persis lebaran tahun ini! Pemerintah menetapkan lebaran tanggal 22 April, sedangkan sebagian umat Islam lainnya berlebaran sehari sebelumnya, berbarengan juga dengan lebaran di Saudi Arabia tanggal 21 April 2023. Inikah yang dimaksud sejarawan Inggris Arnold Joseph Toynbee yang menyebut "sejarah pasti akan terulang!?"

Shalat Ied | @kaekaha

Kronik Lebaran 1992

Pada lebaran 1992, saya dan keluarga berlebaran tanggal 23 Maret 1992, begitu juga sebagian warga di kampung saya, di kaki Gunung Lawu. Sayang, karena lebaran tidak serentak dan sebagian keluarga, juga tetangga di kampung masih ada yang berpuasa, maka lebaran di kampung saat itu juga sedikit berbeda.

Biasanya, setelah shalat Ied di tanah lapang yang biasa kami pakai main bola, anak-anak kecil dan para remaja langsung keliling kampung, mendatangi rumah warga satu per-satu untuk bermaaf-maafan. Umumnya, ada jamuan dari tuan rumah untuk setiap tamu yang datang dan khusus untuk anak-anak biasanya ada "sangu" bisa berupa uang layaknya angpau atau juga bingkisan untuk dibawa pulang. Nah ini yang membuat kita semangat he...he...he...!

Ada banyak kudapan khas lebaran yang menjadi jamuan atau suguhan lebaran di kampung kami, seperti tape ketan putih yang dibungkus daun jambu air, madu mongso yang dibungkus kertas warna-warni, wajik gula merah, jadah, ampyang atau rengginang manis dan gurih, emping blinjo, keripik gadung, kembang goyang, kue semprong atau gapit, semprit dan aneka biskuit yang biasanya ditemani teh manis dalam "gelas belimbing" yang legendaris.


Khusus di keluarga Bude (kakaknya ibu saya yang paling tua) dan juga di rumah mbah atau kakek-nenek saya, ada menu lebaran spesial khas kampung kami yang sejak lama selalu menjadi buruan para tetangga dan tamu lainnya yang datang. Di tempat Mbah, ada kuliner tradisional tepo pecel (sejenis lontong dengan toping pecel khas kampung kami), bongko pecel dan kerupuk gapit sejenis sandwich kerupuk pasir yang bagian tengahnya diisi salad pecel yang biasanya menjadi menu khusus untuk anak-anak. 

Sedangkan di tempat Bude menu sajiannya berbeda lagi, yaitu soto ayam khas kampung kami yang menurut catatan gastronomi  populer Jawa Timuran, konon masuk dalam golongan soto-sotoan khas karesidenan Madiun yang secara spesifik dicirikan dengan adanya  ganteng atau kecambah segar, kentang goreng tipis-tipis, kacang tanah goreng dan kuah yang segar layaknya sup ayam.

Jadi mohon maaf, lebaran di kampung kami nemang tidak mengenal opor ayam, tapi kami punya tradisi kuliner yang masih sodaraan dengan opor ayam, yaitu jangan lombok atau sayur cabai, sejenis lodeh pedas yang isiannya sayuran seperti kentang, wortel, buncis, tahu, tempe dan tentunya lombok atau cabe.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline