Salah satu tradisi berlebaran Urang Banjar yang sepertinya akan terus eksis adalah kulineran alias makan-makan. Setiap menjelang lebaran, umumnya masing-masing keluarga sudah menyusun list jenis masakan tradisional khas Banjar yang akan dimasak untuk dihidangkan kepada teman, sahabat, dingsanak dan tamu-tamu lainnya yang datang berlebaran ke rumah.
Semua tidak lepas dari tradisi bailang atau tradisi saling mengunjungi yang telah menjadi tradisi turun temurun Urang Banjar sebagai pengejawantahan ketaatan kepada Rasulullah SAW, terkait keutamaan sunnah menjalin silaturahmi.
Dari Abu Ayyub Al Anshori, Rasulullah SAW pernah ditanya tentang amalan yang dapat memasukkan ke dalam surga, lantas Rasul menjawab,
"Sembahlah Allah, janganlah berbuat syirik pada-Nya, dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan jalinlah tali silaturahmi (dengan orang tua dan kerabat)."
(HR. Bukhari no. 5983)
Menariknya, tradisi saling mengunjungi yang semakin menemukan momentumnya saat lebaran tiba ini, pada gilirannya juga menuntun hadirnya tradisi Urang Banjar lainnya yang juga bersumber dari sunnah Rasulullah, yaitu tradisi untuk memuliakan tamu (dalam konteks ini diterjemahkan sebagai memberi makan), sebuah tuntunan yang telah diajarkan oleh Rasulullah sejak 14 abad silam.
Jadi, alasan Urang Banjar terus melestarikan tradisi kulineran di saat lebaran, selain untuk merayakan hari kemenangan, sejatinya berangkat dari niat untuk mengikuti sunnah-sunnah Rasulullah SAW dengan menghidupkan silaturahmi, sekaligus memuliakan tamu, dua buah tradisi yang berakar dari tuntunnan Rasulullah SAW yang tentunya, Insha Allah ada nilai pahalanya di sisi Allah SWT.
Uniknya, mungkin karena sejarah tradisi bailang pada awalnya hanya melibatkan elemen keluarga saja atau lingkaran dalam dingsanak yang tentunya bubuhan Urang Banjar juga, maka wajar jika secara tradisi juga, ragam kuliner yang biasa dihidangkan selama lebaran umumnya juga kuliner tradisional khas Banjar saja dan itu tetap berlaku sampai sekarang.