Kehidupan di Sungai Barito
Sungai Barito, salah satu sungai terbesar dan terpanjang di Indonesia yang berhulu di Pegunungan Schwaner, deretan pegunungan yang membujur di sepanjang perbatasan alam antara Propinsi Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah sejauh hampir 1000 kilometer dari hulu muaranya di Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan, sejak ribuan tahun silam telah menjadi urat nadi bagi kehidupan masyarakat yang hidup di sepanjang bantaran sungai.
Tidak hanya menjadi sumber kehidupan dengan produk pangan hasil sungainya saja, tapi secara tradisional juga menjadi jalur penting transportasi bagi mobilisasi orang dan barang baik dari muara menuju ke arah hulu di pedalaman, maupaun sebaliknya.
Memang, seiring dengan pembangunan infrastruktur jalan darat yang semakin baik sampai ke pedalaman, secara berangsur jalur transportasi sungai ikut terkena dampaknya.
Jika pada periode tahun 70-an sampai akhir 90-an, jalur transportasi sungai dari Kota Banjarmasin menuju pedalaman seperti ke Kota Muara Teweh, Puruk Cahu, Buntok, Ampah dan kota-kota lain di hulu Sungai Barito di Kalimantan Tengah ramai dengan lalu lalang beragam jenis armada sungai dari yang besar dengan trayek jauh, seperti bus air, taksi air, longboat, speedboat sampai kelotok atau perahu-perahu yang lebih kecil dengan mesin tempel dengan trayek pendek. Sekarang transportasi air layaknya pepatah hidup segan mati tak mau!
Sebagai contoh adalah bus air, salah satu alat transportasi tradisional trans Kalimantan yang melayani rute panjang, Kota Banjarmasin-Kota Muara Teweh yang biasa ditempuh selama 48 jam atau sekitar dua hari perjalanan, saat ini hanya tersisa satu unit saja yang masih beroperasi, yaitu KM.
Pancar Mas II, kapal kayu yang lumayan berusia tua dengaan desain unik yang masih sanggup mengangkut 200 penumpang dan juga barang-barang dalam sekali jalan.
Begitu juga dengan armada speedboat atau taksi air yang dulu sering melayani trayek Kota Banjarmasin-Kota Muara Teweh, berikut kota-kota lain yang masih sejalur di sepanjang bantaran Sungai Barito.
Moda transportasi yang segmen pelanggannya kelas menengah ke atas ini, sekarang juga tidak setiap hari jalan mengambil trayek, karena sepi penumpang.