Lihat ke Halaman Asli

Kartika E.H.

TERVERIFIKASI

Best in Citizen Journalism 2020

Nasi Kuning Cempaka dan Misteriusnya Tragedi di Pagi Subuh

Diperbarui: 5 Desember 2022   22:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nasi Kuning | @kaekaha

Jalanan Kota 1000 Sungai, kotaku Banjarmasin nan Bungas, masih belum benar-benar "terbangun" ketika ban belakang sepeda motor yang kunaiki tiba-tiba terasa liar dan...

"Ups, miris pulang ucusnya!" Gumamku dalam hati, sambil turun dari kendaraan untuk memeriksa kondisi ban  belakang. Di sisa keremangan pagi, kutemukan ada kepala paku  yang sedikit menyembul keluar di sela-sela motif kambang ban yang nyaris tak lagi tampak karena memang sudah lama mengaspal.

"Walaaaaaah!" Gumamku dalam hati, sambil celingukan kesana kemari bermaksud mencari-cari bala bantuan, siapa tahu ada tukang tambal ban super rajin di sekitar sini yang sudah buka di pagi yang masih setengah buta ini. 

Sambil mencoba mencabut paku yang sepertinya lumayan panjang dan agak berkarat hingga lumayan sulit juga dicabut dengan tangan kosong, aku juga mulai komat-kamit berdoa, mudahan ada orang baik yang mau dan bisa menolongku atau setidaknya bisa memberi solusi. 

Saat itu juga aku berjanji dalam hati, kalau ada orang baik yang menolongku, aku rela memberikan jatah sarapan spesial kesukaanku dan juga keluarga besarku, nasi kuning cempaka yang baru saja kubeli untuk...

Belum selesai aku berandai-andai, eeeeh entah dari mana datangnya, tiba-tiba ada suara yang menyapaku dari arah belakang.

"Kenapa pak?"  Sapa seorang ibu-ibu yang sepertinya baru saja pulang dari shalat berjamaah Subuh di masjid, karena selain masih memakai mukena putih yang  baunya lumayan harum, beliau juga membawa bungkusan bubur ayam Banjar, menu kuliner khas dan legendaris yang biasanya dibagikan untuk sarapan pagi khusus bagi jamaah di Masjid Raya, Banjarmasin.

 "Miris bu!" Jawabku sambil menunjuk ke arah ban belakang sepeda motorku.

"Itu, di higa warung katupat Kandangan ada tukang tambal ban, biasanya Bang Amat sungsung buka!" Ujar si ibu sambil menunjuk ke arah deretan bangunan warung  sejauh kira-kira lima ratusan meter dari tempat kami berdiri saat ini.

Mendapat informasi yang sangat berharga disaat  seperti sekarang, jelas membuatu senang bukan kepalang. Karenanya, tanpa menunggu lama, aku langsung pamitan sama sidin untuk langsung menuju ke tukang tambal ban dimaksud dan tidak lupa dengan janjiku,  sebelum berpisah  kutawari sidin nasi kuning cempaka milikku.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline