JTL atau Jaring Tahi Lala merupakan camilan legendaris khas masyarakat Banjar di Kalimantan Selatan, termasuk diantaranya masyarakat "Kota 1000 Sungai", Banjarmasin, ibu kota propinsi yang menjadi simpul birokrasi sekaligus perdagangan di kawasan tenggara Pulau Kalimantan.
Kosakata jaring merupakan bahasa Banjar untuk menyebut jengkol (Archidendron pauciflorum), itu lho buah dari tanaman khas tropis Asia Tenggara yang biasa diolah menjadi sajian kuliner Semur Jengkol khas masyarakat Betawi yang juga kesukaan Pak Ogah dalam serial si-Unyil...
Baca Juga : Ayam Masak Bom, Lezatnya Olahan Ayam "Berpenyedap" Arang Membara
Berbeda dengan di ibu Kota Jakarta, kampung halaman masyarakat Betawi yang terkenal dengan olahan jengkol berupa Semur Jengkol, di Kota 1000 Sungai, Banjarmasin, jaring atau jengkol relatif jarang ditemukan dalam bentuk olahan kuliner atau masakan. Umumnya, Urang Banjar menjadikan jaring sebagai camilan atau sebagai kudapan.
Lhaaaah, jaring kan jengkol?
Kok dibikin camilan?
Apalagi kudapan?
Nggak bau?
Enak?
Bagi masayarakat non-Banjar yang baru mengenal atau mengetahui salah satu sisi unik camilan atau kudapan khas Urang Banjar yang satu ini, biasanya pertanyaan-pertanyaan diataslah yang akan meluncur guna menatralisir rasa penasaran masing-masing. Anda juga?
Baca Juga : Serunya Menjadi "Pembeli Pertama" di Warung Kaum, Rajanya Katupat Kandangan
Jaring alias jengkoL, dulunya memang identik dengan makanan rakyat jelata, masyarakat pinggiran dan kelas bawah lainnya, sehingga relatif susah ditemukan di rumah makan atau restoran orang-orang gedongan. Mungkin salah satu penyebabnya adalah bau khas pada mulut, keringat, urin dan feses atau kotoran penikmatnya yang biasanya dianggap kurang sedap terutama jika dimakan mentah dan segar sebagai lalapan.
Tapi sepertinya, olahan jaring alias jengkol, sekarang mulai populer tidak hanya di lingkungan masyarakat Betawi di seputaran Jakarta saja, tapi juga di berbagai daerah lain di Indonesia.