Lihat ke Halaman Asli

kaekaha

TERVERIFIKASI

Best in Citizen Journalism 2020

Syahdunya Lantunan Tarhim Syaikh Mahmoud Al-Hussary Memang Ngangeni

Diperbarui: 16 April 2021   16:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Syahdunya Suasana Masjid Sabilal Muhtadin | @kaekaha

Tarhim yang Melegenda

Bagi masyarakat Jawa Timur dan sepertinya juga nusantara, tentu tidak akan asing dengan lantunan Tarhim atau ada yang menyebutnya sebagai Shalawat Tarhim, salah satu ciri akustik islam di Indonesia yang paling melekat dalam ingatan khalayak jika menyebut Ramadan, khususnya bagi generasi 60-an sampai pada 90-an.

Sejak era tahun 60-an sampai sekitar 90-an, Tarhim, lantunan syahdu syair yang berisi ungkapan kerinduan kepada Rasulullah SAW  gubahan dari Syekh Mahmoud Khalil Al-Husary itu senantiasa mengiringi suasana Ramadan masyarakat nusantara, khususnya sebagai penanda masuknya waktu imsyak dan sesaat sebelum azan Magrib, sehingga lama-kelamaan keduanya begitu identik. 

Mendengar Tarhim pasti Ramadan dan Kalau Ramadan pasti akan terdengar Tarhim.

Uniknya, meskipun begitu populer, sangat akrab di telinga dan hati masyarakat nusantara, tapi awalnya banyak yang tidak tahu siapa yang melantunkannya begitu syahdu dan juga nama bacaanya, apalagi paham dengan maksud dari isi dari teks syairnya yang memang berbahasa Arab. Tapi, karena lebih identik sebagai pengantar waktu imsyak, tidak heran jika kemudian banyak masyarakat yang justeru mengenal dan menyebutnya sebagai azan imsyak.  

Tarhim di Indonesia yang paling ikonik adalah yang dilantunkan begitu syahdu oleh penggubahnya sendiri, Syekh Mahmoud Khalil Al-Husary (1917-1980), seorang qâri’ ternama dari Mesir alumnus Universitas  Al-Azhar, bergelar Sheikh al-Maqâri’ (guru para ahli qira’ah) , tapi ada juga yang menyebut dilantunkan oleh Syeikh Abdul Azis, juga dari Mesir.

Baca Juga :  Merdeka dari Belenggu Aquaphobia

Di Kalimantan Selatan, sampai awal dekade tahun 2000-an Masjid Raya Sabilal Muhtadin yang menjadi siaran rujukan (relay) hampir semua masjid di Kota Banjarmasin dan sekitarnya masih menyiarkan Tarhim, pada saat memasuki waktu Imsyak dan menjelang azan Maghrib, tapi setelahnya diganti dengan pembacaan shalawat lain dari salah satu Guru/ulama lokal sampai sekarang, bahkan saat Ramadan. 

Jadi sekarang ini, kangen banget Deja Vu, sama suara Syeikh Mahmud Al-Husshari, mengumandangkan Tarhim dari corong pengeras suara masjid atau mushalla di kampung ala tahun 80-90an. 


Sejarah Tarhim

Sejarah panjang melekatnya Tarhim dalam ingatan, pendengaran dan juga hati masyarakat nusantara, tidak bisa lepas dari peran Radio Yasmara (Yayasan Masjid Rahmat), Surabaya sebagai stasiun radio yang pertama kali menyiarkannya ke ranah publik dan selanjutnya secara nasional disiarkan oleh RRI (Radio Republik Indonesia) dan radio-radio lokal di seluruh nusantara.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline