Penyiar Radio
Suaramu pancen penak dirungokke
Gawe seneng uwong sing podho mirengke
Suaramu ora biso dilalekke
Senadjan aku mung krungu suarane
Penyiar radio aku matur nuwun karo kowe
Suaramu kuwi pancen nyenengake
Penyiar radio aku sabendino ngrungokake
Suaramu ora biso dilalekake
Suaramu pancen penak dirungokke
Gawe tentrem uwong sing podho mirengke
Suaramu ora biso dilalekke
Senadjan aku mung krungu suarane
Penyiar radio aku matur nuwun karo kowe
Suaramu kuwi pancen nyenengake…
Lirik lagu campursari gubahan sang maestro berjuluk the godfather of broken heart alias (alm) Didi Kempot diatas menjadi salah satu penghargaan terbesar untuk para penyiar radio di seluruh pelosok dunia.
Jujur, sebagai salah seorang yang pernah bergiat di dunia radio, saya secara pribadi merasa tersanjung ketika mengeja dalamnya makna kata-demi kata, kalimat demi kalimat dari lirik lugas nan sederhana lagu yang berjudul penyiar radio diatas, apalagi ketika nglaras nada-nada melodius khas campursarinya yang egaliter ditemani dengan secangkir teh hangat atau kopi nashittel kesukaan saya, ditambah dengan sepiring rondo royal atau pisang goreng kesukaan saya ... dijamin semakin gayeeeeeeng!
Ngomong-ngomong, pahamkan arti dan makna lirik lagu diatas?
Terjun di dunia radio sejak awal 90-an, awalnya memang karena hobi saya menghibur dan ingin berhibur, termasuk menyalurkan nafsu bermusik yang saat itu sedang-sedang hot-hotnya. Menurut saya saat itu, selain ngeband secara aktif, dunia radio juga bisa menjadi media untuk mengekspresikan kesukaan saya pada dunia musik.
Terbukti, saya menjadi kerasan bin betah tidak hanya menjadi operator mixer sekaligus penyiar saja, tapi juga bergelut di ruang produksi sampai duduk manis di posisi music director (MD), sebuah posisi strategis dalam pengelolaan sebuah radio yang saya bangeeeet gitu lho!
Posisi music director (MD) menjadi arena aktualisasi wawasan dan kemampuan bermusik secara aktual, terlatih memahami dan berkompromi dengan kebutuhan dan juga selera pasar sesuai segmen radio yang tentunya juga connect dengan kebutuhan kualitas dan kuantitas proses produksi materi konten siaran.
Baca Juga : Serasa Deja Vu, Pandemi Mempertemukanku Lagi dengan Seni Kliping
Sayangnya, karena aktifitas saya di radio niat awalnya hanya karena hobi atau karena ingin menghibur dan berhibur alias belum berorientasi kerja, apalagi menjadikannya sidejob, tidak heran jika kemudian saat itu saya belum memikirkan pentingnya "angka" honor, gaji atau apalah namanya. Asal saya suka dan bisa, maka semua akan jalan!
Walaupun kalau dipikir-pikir, penghasilan nyiar saat itu, sebenarnya justeru lebih besar dari kiriman bulanan dari abah-mama di kampung, lumayan kan? Apalagi kalau dibanding dengan "nasib" penyiar-penyiar radio di daerah saat ini plus ukuran kemakmuran jika parameternya nilai tukar rupiah saat itu.