Masyarakat di Desa Patilereng, Kecamatan Bontosikuyu, Kabupaten Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan, mempunyai tradisi kuliner unik yang secara gamblang memperlihatkan indahnya harmoni antara manusia dengan alam lingkungannya yang sangat layak menjadi inspirasi bagi kita semua!
Ketika kesembangan ekosistem alam dan lingkungan terjaga dengan baik, maka beragam kebutuhan manusia, termasuk diantaranya kebutuhan dasar untuk makan (kuliner) juga langsung disediakan. Bahkan, tidak sekedar disediakan saja, tapi kemurahan alam juga akan memberikan sensasi kenikmatan alami yang juga sangat luarbiasa.
Namanya Ilasa dan Lanya'-lanya'!
Kedua kuliner tradisional khas masyarakat pesisir di kepulauan yang terletak di bawah kaki Pulau Sulawesi bagian wilayah Sulawesi Selatan ini selain memanfaatkan kemurahan alam pesisir berupa ikan-ikan tangkapan dari laut dan sejenis serangga laut yang hidup di pasir pantai, juga memanfaatkan air laut yang langsung diambil dari pantai sebagai elemen utama masakan. Nah lhoooo, air laut mentah gaes!
Tapi jangan apriori dulu dengan elemen "bumbu" air laut mentahnya gaes! Justeru inilah pesan konservasi yang secara tersirat wajib kita pahami, teladani dan kemudian langsung eksekusi, siap!?
Masyarakat Desa Patilereng yang telah lama hidup berdampingan dengan alam pesisir paham betul arti penting laut bagi kehidupan, karena laut merupakan sumber nafkah kehidupan masyarakat. Karenanya, mereka begitu ketat menjaga keseimbangan alam laut dan pantai di desanya sampai menjadi begitu bersih dan tentunya sangat indah dipandang, hingga akhirnya sama sekali tidak ragu memanfaatkannya sebagai elemen terpenting dalam beragam kuliner tradisional khas seperti Ilasa dan Lanya'-lanya'.
Hebatnya, Desa Patilereng mempunyai pantai konservasi yang bayak ditumbuhi pohon kelapa di bagian timur desa yang kebersihannya dijaga ketat oleh masyarakat dengan didukung penuh oleh pemerintah setempat.
Konsekuensinya, pemukiman terdekat diatur jaraknya sekitar 4 kilometer dari pantai. Meskipun relatif sudah jauh, rumah warga juga dilarang membelakangi pantai dengan harapan pantai dan laut bebas dari saluran pembuangan atau sanitasi warga.
Tidak hanya itu, warga yang sebagian besar merupakan pekebun kelapa dan kakao juga dilarang keras membuang sampah ke laut, apalagi mencari ikan dengan bom atau potasium bagi sebagian warga desa yang kebetulan memang menggantungkan hidupnya di laut, mereka hanya diijinkan mencari ikan dengan peralatan yang ramah lingkungan seperti memancing atau memanah.