"Hilal telah tampak...", begitu berita dari televisi yang tertancap di bagian sudut ruang tunggu klinik, sore ini samar-samar kudengar karena ramainya pengunjung.
Aku tidak terlalu menanggapi berita aktual yang hari ini ditunggu-tunggu oleh umat Islam di seluruh dunia itu. Bukan aku tidak peduli dengan ramadanku sendiri yang hari ini mestinya juga akan mengantarku diwisuda kembali menjadi manusia yang fitri setelah sebulan penuh lebih banyak beribadah dan bertafakur walaupun hanya dirumah, tidak lagi di masjid layaknya ramadan-ramadan sebelumnya. .
Diruang tunggu klinik ini, meskipun orang-orang disekitarku mungkin melihatku tengah membaca koran harian paling terkenal di Kota 1000 Sungai, Banjarmasin, mereka pasti tidak tahu kalau pikiranku sebenarnya tengah mengembara jauh, jauh menembus ruang dan waktu.
Setelah dari tadi malam bukaan istriku nggak nambah-nambah, observasi dokter Annisa mengisyaratkan “ada sesuatu” dengan kandungan istriku yang saat ini masih berjuang antara hidup dan mati di ruang persalinan. Menurut dokter Annisa kita harus bersiap untuk skenario terburuk, operasi cesar!
Ini yang terus menghantuiku! Uang darimana untuk menutupi biaya operasi yang setelah kutanyakan kepada bagian administrasi, paket termurahnya saja hampir dua puluh juta! Sedangkan biaya lima juta untuk persalinan normal yang kupersiapkan jauh-jauh hari saja, sekarang tinggal separuhnya saja atau hanya cukup untuk uang mukanya saja, karena kami pakai untuk kebutuhan sehari-hari setelah aku di PHK dari tempat kerjaku gara-gara pandemi Covid-19.
Inilah resiko merantau di kampung orang, semua awalnya harus dikerjakan sendiri! It’s Ok! Show must go on! Karena semua sudah aku niatkan. Jadi ya Bismillah aja!
Setelah membolak-balik halaman demi halaman koran yang biasanya menjadi makhluk paling sexy di mataku, aneh! Hari ini kenapa semua halaman koran seperti berisi hantu semua! Tidak ada satu halamanpun yang menarik untuk dilihat, apalagi dibaca!
Uniknya lagi, meskipun semua AC alias mesin pendingin diruang tunggu berukuran sekitar 20 x 10 m itu semuanya terlihat menyala dengan angka-angka derajat dingin yang sangat signifikan dan jelas terlihat, tapi semakin lama duduk disini justeru membuatku kepanasan. Hadeeeeew!
Karena merasa tidak nyaman lagi, aku bermaksud mencari udara segar di halaman depan klinik yang kebetulan berseberangan dengan sebuah sungai cantik di tengah kota khas Banjarmasin yang pastinya masih hidup dengan berbagai aktifitas budaya sungainya yang unik dan sepertinya sulit ditemukan di daerah lain.
Baru saja mau berdiri, tiba-tiba seorang perawat menghampiriku dan memintaku untuk segera menemui dokter Anissa diruangannya. Tanpa bertanya lagi, aku langsung bergegas ke ruangan dokter spesialis kandungan satu-satunya di Kota Banjarmasin yang juga terkenal baik hati dan suka menolong itu.