Lihat ke Halaman Asli

Kartika E.H.

TERVERIFIKASI

Best in Citizen Journalism 2020

Raja Haruan | Bagian 1

Diperbarui: 15 April 2020   08:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Raja Haruan (FB Trans 7)


Setelah manyambur cirat alias anak kodok yang telah dipasang di kawat unjunan dengan sedikit ludah, sambil terus berkomat-kamit membaca mantera tuha, umpan khusus untuk mamair, ada juga sebagaian masyarakat Banjar menyebutnya dengan maunjat iwak haruan itu dilemparkan sidin jauh ke tengah rawa-rawa yang hampir tidak terlihat air permukaannya karena masih banyak ditumbuhi rerumputan, ilalang dan tanaman-tanaman rawa lainnya seperti Jariangau, genjer, kangkung,  kalakai,  supan-supan, rerumputan rawa juga beragam jenis warna-warni bunga lotus dan juga bunga batang talipuk berbagai ukuran yang pagi ini mulai mekar merekah begitu indah, ada warna putih, merah muda, merah, ungu juga biru.

Inilah salah satu bukti kuasa dan kebesaran Sang Khalik yang tak terbantahkan! Hebatnya, setiap datang  musim hujan, kami warga Kampung Mandarsari selalu menjadi saksinya!

Coba bayangkan, kecuali hanya menyisakan pada bagian tengah rawa seluas sekitar empat hektar saja yang memang lebih dalam, hampir semua sisi luar rawa atau tepian rawa yang total luasnya hampir 20 hektar itu selalu kering kerontang ketika datang puncak musim kemarau. Bahkan, di area yang biasa di tanami padi rawa itu, kami anak-anak kampung Mandarsari juga bisa bermain bola sepuasnya seperti di tanah lapang.

Saat-saat seperti itu, dari sumur atau bagian tengah rawa yang menyisakan kubangan air yang tidak terlalu dalam, kami biasa memanen beragam jenis ikan air tawar. Selain  iwak haruan dan tauman,  ada juga iwak keluarga suku gurami-guramian seperti iwak Kalui, Kapar, Sapat, Sapat siam dan si-"climbing gouramy" alias iwak papuyu, baung, walut, patin bahkan terkadang ada juga iwak lais, saluang, lundu, sanggiringan, lele, nila, dan juga ikan mas berbagai ukuran yang tergiring masuk ke dalam sumur seiring semakin menyusutnya air rawa. Aktivitas ini biasa kami sebut sebagai maiwak.

Ajaibnya, belum lama musim hujan membasahi bumi dan kira-kira baru cukup menggenangi kembali area rawa yang tadinya kering, tidak menunggu lama berbagai tanaman rawa bisa langsung tumbuh disitu memberikan nuansa hijau segar, bahkan beberapa diantaranya juga mengeluarkan warna-warni bunga yang indah dan sedap dipandang mata.

Hebatnya lagi adalah keberadaan beragam jenis dan ukuran ikan-ikan penghuni rawa yang kembali terlihat berenang-renang diantara batang tanaman rawa yang terlihat tumbuh subur. 

Dari mana ikan-ikan itu datang?


S
etelah beberapa kali mencoba melempar umpan cirat ke arah sarang koloni “keluarga” iwak haruan di tengah-tengah rawa yang berjarak sekitar sepuluh meter dari tempat sidin berdiri, tepat di lemparan ke-tiga, umpan cirat sepertinya tepat menemui sasaran yang diinginkan sidin, masuk di sela-sela dedaunan tanaman rawa.

Sebenarnya, ekosistem lahan rawa di awal musim hujan yang umumnya masih lebat dengan berbagai macam tumbuhan liarnya yang khas, bukan tempat yang ideal untuk berburu iwak haruan dengan teknik mamair, cocoknya pakai cara mambandan. Tapi rumus itu sepertinya tidak berlaku bagi sepasang bapak dan anak, Julak Saleh yang biasa kami panggil dengan Julak Aleh dan anaknya Julkipli, sahabatku sejak masih halus yang biasa kami sapa Ijul. Bagi keduanya, mamair dan mambandan iwak Haruan dimanapun, selalu berbuah hasil yang menakjubkan.

Ini buktinya!

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline