Mengenal Arguci
Jika Anda pernah menghadiri prosesi pernikahan adat Banjar atau bentuk acara/hajatan Urang Banjar lainnya, terkhusus yang menggunakan pelaminan dan atau panggung, tentu Anda akan mendapati hiasan sulam payet berbahan kain beludru atau kinu dengan beragam ornamen khas Banjar. Kain ini berhiaskan bahan manik-manik berwarna emas atau perak yang umumnya selalu kontras dengan kain dasarnya sebagai alas. Itulah Arguci!
Arguci merupakan salah satu kerajinan tangan bahari (tua/lama) khas Banua Banjar yang telah populer sejak ratusan tahun silam. Menurut kisah dalam budaya tutur masyarakat Banjar yang secara turun-temurun terus dijaga, konon arguci merupakan simbol kemewahan pembesar kesutanan Banjar dan para pagustian (bangsawan/keluarga kerajaan).
Pada masa kejayaan Kesultanan Banjar, keindahan sulaman payet yang rata-rata dikerjakan oleh anak perempuan dan ibu-ibu rumah tangga ini telah menghias baju-baju kebesaran yang dipakai oleh raja-raja Banjar. Selain juga mempercantik dinding-dinding istana, bahkan sampai ranjang para sultan juga tidak luput dari sentuhan arguci dengan motif beragam yang umumnya mempunyai pakem yang melekat.
Baca Juga: Tradisi Jujuran, "Hadiah" untuk Meminang Gadis Banjar yang Unik dan Katanya Mahal
Sepertinya tradisi dan kebiasaan lingkungan istana Kesultanan Banjar yang selalu menjadikan arguci sebagai elemen penting dan utama untuk membangun estetika di berbagai kepentingan dan keperluan estetis kesultanan sejak ratusan tahun yang lalu inilah akar dari ciri khas dekorasi pelaminan, ragam hias pakaian adat dan juga hiasan tradisional khas Banjar.
Mitos Arguci
Sebagai produk budaya tradisional, Arguci juga tidak telepas dari beragam mitos yang selalu menyertai dan sebagian di antaranya masih diyakini oleh masyarakat Banjar.
Salah satu mitosnya yang paling banyak diketahui umum adalah baju kebesaran untuk raja/sultan Banjar di masa lalu yang harus berwarna kuning dan wajib berhias arguci. Bila pakem ini dilanggar, maka raja/sultan pasti akan kesurupan.
Kenapa harus kuning, kalau dirunut dari tradisi masyarakat Melayu secara umum, biasanya warna kuning dimaknai sebagai lambang/simbol kemakmuran, artinya secara logika siapapun raja/sultan yang menjabat pasti akan berusaha menjadi influencer bagi kemakmuran rakayatnya, Wallahu ‘Alam.