Lihat ke Halaman Asli

Kartika E.H.

TERVERIFIKASI

2020 Best in Citizen Journalism

Bedah Idiom Banjar, "Balang Kambingan"

Diperbarui: 5 Oktober 2019   06:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Belang Kambing (okdogi.com)

Idiom atau ungkapan dalam bahasa Banjar, Balang Kambingan merupakan salah satu literasi warisan dari para tetuha Suku Banjar bahari yang didasarkan dari fakta belang pada kulit kambing yang biasanya acak, tidak teratur dan sudah tentu tidak simetris. 

Kenapa belang kulit Kambing? Kenapa bukan belang kulit sapi jadi balang sapian, atau mungkin belang dari kulit-kulit binantang lainnya yang dijadikan bahan inspirasi para tetuha bahari?

Pada dasarnya, sebagian besar urang Banjar relatif jarang yang bainguan (memelihara) binatang apalagi yang berbadan besar, kalaupun ada yang bainguan biasanya bainguan binatang yang bisa beradaptasi dengan alam lingkungan rawa, seperti kerbau rawa, itik dan berbagai jenis ikan.  

Urang Banjar mengenal ternak seperti sapi dan kambing rata-rata dari para pendatang dari Pulau Jawa yang awalnya banyak menetap di wilayah banua yang bertanah keras seperti Pelaihari (Kabupaten Tanah Laut) yang sekarang menjadi sentra peternakan di Kalimantan Selatan. 

Sejauh ini binatang yang banyak diternak mayoritas adalah sapi dan kambing dengan berbagai jenis atau varietas dan uniknya sebagian besar sapi yang ada di Banjar berwarna monokrom alias satu warna, kalau putih ya putih polos nggak ada belangnya, sedangkan kalau cokelat ya cokelat polos nggak ada belangnya, berbeda dengan kambing yang semua memang ada belangnya! Sepertinya ini alasan kenapa idiom yang lahir akhirnya Balang Kambingan bukan Balang Sapian.

Tidak jauh berbeda dengan fakta dari belang kulit kambing yang tidak teratur atau juga acak, ungkapan Balang Kambingan dalam bahasa Banjar biasa dipakai sebagai ungkapan untuk kiasan atau cerminan dari perilaku seseorang  yang  irama aktifitas kehidupannya tidak teratur,  kegiatan hidupnya terbilang acak tidak rapi terutama untuk urusan beribadah kepada Allah SWT.

Misalkan, ketika datang kewajiban puasa 30 hari penuh selama bulan Ramadhan, maka si-Balang Kambingan hanya mengerjakan puasa di awal dan di akhir bulan Ramadhan saja atau bisa juga menjalankannya seperti puasa sunnah Nabi Daud, sehari puasa sehari buka.  

Sedangkan untuk ibadah shalat lima waktu dalam sehari, maka si-Balang Kambingan bisa saja mengerjakan hanya sekali, dua kali waktu yang intinya tidak pernah full atau tidak rutin dan tuntas. si-Balang Kambingan hanya akan mengerjakan salat, apabila ada keinginan atau pada waktu-waktu tertentu saja alias angin-anginan.

Di dalam kamus atau bisa juga rumus "kepribadian" Urang Banjar,  biasanya sosok yang mempunyai irama kehidupan (ibadah) Balang Kambingan mempunyai kecenderungan bersifat malas atau seorang pangulir (pemalas). Contohnya, kalau disuruh bagawi (bekerja) seminggu maka bisa sehari masuk sehari libur.

Dari sudut spiritual, idiom atau ungkapan si-Balang Kambingan merupakan upaya "mengingatkan" kepada sesama, khususnya Urang Banjar dan juga umat Islam agar sebagai muslim sejati bisa mengerjakan semua ibadah kepada Allah SWT dengan penuh keikhlasan dan semata-mata karena Allah SWT. 

Semoga bermanfaat.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline