Lihat ke Halaman Asli

kaekaha

TERVERIFIKASI

Best in Citizen Journalism 2020

Saatnya Mengembalikan Jakarta sebagai Kota Air Terindah

Diperbarui: 11 September 2019   21:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Banjarmasin Sister City Jakarta

Antara Kota Banjarmasin di Kalimantan Selatan dan Kota Jakarta di ujung barat Pulau Jawa terbentang jarak lebih dari 900 km, tapi tahukah anda jika diantara keduanya mempunyai kemiripan bahkan keidentikan yang menjadikan keduanya layak bersanding menjadi sister city alias kota kembar.

Seperti layaknya "saudara kembar", usia kedua kota "tua" inipun hanya terpaut 1 (satu) tahun saja. Tanggal 22 Juni 2019 yang lalu Jakarta berulang tahun ke-492, sedangkan Banjarmasin 24 September 2019 berulang tahun ke 493, alias setahun lebih tua.

Sebagai saudara kembar, wajar saja jika keduanya mempunyai hubungan batin yang sangat kuat, begitu pula ketika sampai saat ini Jakarta terus dihantui oleh Banjir dan kelangkaan air tanah, wajar dan tidak ada salahnya jika kemudian Jakarta merasa perlu belajar kepada saudara tuanya Banjarmasin, terkait upayanya menjadi kota ramah air sekaligus kembali kepada takdir alaminya sebagai "kota air".

Sebagai kota yang sama-sama terletak di dataran rendah, Banjarmasin dan Jakarta mempunyai fakta topografis yang sama. 

Sebagian besar ketinggian permukaan wilayah daratan keduanya berada dibawah permukaan air laut dan secara kontinyu terus mengalami penurunan sehingga membentuk kantong-kantong air (ruang biru) di daratan, karenanya Banjarmasin dijuluki sebagai Kota 1000 Sungai, sedang Jakarta kedepannya bisa menjadi Kota 1000 Rawa.

Bedanya, di Banjarmasin kantong-kantong air ini lazim di kenal masyarakat sebagai rawa-rawa, sungai, Anjir, handil, saka, tatah dan lainnya yang sampai sekarang masih bisa kita lihat baik wujud maupun manfaatnya bagi masyarakat Banjar.

Ruang Biru di Banjarmasin dengan Sawah dan Perumahan diatasnya (@kaekaha)

Sedangkan di Jakarta, kantong-kantong air yang ada sepertinya tinggal situ dan sungai saja, sedangkan "daerah biru" berupa rawa-rawa sepertinya banyak yang telah beralih fungsi menjadi pemukiman dan hanya meninggalkan nama depan " rawa" di depan nama kawasan tersebut, seperti rawa buaya, rawa badak,  rawa bebek, rawa mangun dll.

Uniknya, dua kota kembar yang sama-sama segera menyandang nama "mantan ibu kota" ini ternyata mempunyai catatan sejarah masalah lingkungan yang sama sekali tak sama alias jauh berbeda, khususnya terkait bencana banjir.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline