Kisah Dibalik Lahirnya Kukar Rockin' Fest 2012
Gelaran festival musik cadas berlabel Kukar Rockin' Fest atau KRF edisi pertama tahun 2012 yang digelar di Kota Tenggarong, Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur pernah mengguncang dunia pentas musik rock Indonesia, bahkan dunia.
Ditengah kelesuan panggung musik rock Indonesia saat itu, kehadiran salah satu band beraliran trash metal terbaik dunia asal Brazil, Sepultura pada event yang masuk dalam 5 besar festival musik terbesar di Indonesia (versi Majalah Rolling Stone Indonesia) itu, tak ayal menjadi pentahbisan "tidak sengaja" Kota Tenggarong, Kutai Kertanegara sebagai Kota Rock, kota barometer musik cadas tidak hanya di level Kalimantan apalagi Kalimantan Timur semata, tapi level Indonesia bahkan dunia. Anda pernah mendengar nama Kota Tenggarong, sebelumnya!?
Uniknya, pesta musik cadas yang mempunyai tagline "Borneo Biggest Open Air Music Festival" yang pada edisi perdananya juga menghadirkan salah satu band rock ternama dari Ibu Kota Jakarta yang digawangi musisi kenamaan putra Gubernur Kalimantan Timur, periode 1967-1977 Abdoel Wahab Sjahranie, siapa lagi kalau bukan Zahedi Riza Sjahranie alias Eet Sjahranie dengan band-nya edane itu, digelar di lapangan terbuka dan gratis.
Tidak heran jika kemudian, MURI memberi apresiasi sebagai gelaran musik rock terbuka alias gratis terbesar di Indonesia, karena dihadiri lebih dari 25.000 penonton.
Ada kisah menarik dibalik lahirnya Kukar Rockin' Fest tahun 2012 yang ternyata berangkat dari sebuah "ide nekat " seorang pemuda asli Tenggarong yang juga musisi aktif bernama Akbar Haka, frontman band cadas KAPITAL dari Tenggarong.
Saat itu, Sepultura sedang melakukan tur ke Asia dengan tajuk Sepultura's Asian Relentless Tour 2012 dan sudah menjadwalkan mampir ke Malaysia dan Indonesia. Sebagai penggila musik cadas sekaligus entrepreneur yang jeli melihat peluang, Akbar Haka mengaku sangat ingin memanfaatkan tur Sepultura agar bisa tampil di Tenggarong. "Sayang sekali kalau kesempatan ini tak dimanfaatkan," kata Akbar saat itu ketika diwawancarai oleh beritaborneo.com
Untuk memuluskan keinginannya, Akbar sampai nekat menggadaikan rumah orang tuanya seharga Rp 250 juta untuk membayar uang muka tur. Setelah membayar uang muka, Akbar termangu karena masih banyak biaya yang perlu dipenuhi.
Ia harus melunasi biaya tur Sepultura sebesar Rp 1,8 miliar. Itu belum termasuk ongkos penerbangan empat personel dan 14 kru dari Brasil ke Indonesia, biaya riders, visa, dan lain-lain. Susah payah ia mencari sponsor untuk menutup biaya produksi, tapi tak berhasil.