Sejak meninggalkan kampung halaman di kaki gunung Lawu yang secara teritori terletak diantara Jawa Timur dan Jawa Tengah untuk merantau sekitar seperempat abad yang lalu, dimulai dari menuntut ilmu di Perguruan Tinggi Negeri di Kota Tembakau di ujung timur Pulau Jawa, berkarier jadi musisi "nggak sukses" di ibu kota, berkarir di holding company yang bergerak di industri plastik di ring satu area industri di Jawa Timur dan dilanjut dengan berkarir di salah satu industri makanan dan minuman nasional yang mewajibkan saya untuk melanglang buana hampir keliling Indonesia dan akhirnya mengharuskan saya merasakan mudik lebaran dengan beragam moda transportasi berikut ragam romantika yang ada didalamnya.
Kita sudah berhati-hati, eeeeh ada orang lain yang enggak berhati-hati sehingga menyebabkan kita ikut celaka, makanya jangan lupa berdoa dulu sebelum berangkat mudik!
Mudik Jalur Darat
Untuk mudik melalui jalur darat, sebagian besar terjadi semasa kuliah, saat berkarier di ibu kota Jawa Timur dan ibu kota negara. Ada 4 (empat) jenis moda transportasi yang seingat saya pernah saya manfaatkan untuk melakukan ritual mudik saat itu, yaitu sepeda motor, bis antar kota dalam Propinsi, minibus (travel) dan kereta api.
Dari keempat jenis moda transportasi diatas, kalau diurutkan menurut skala kenyamanan, menurut saya yang paling nyaman adalah minibus (travel), sepeda motor, kereta api dan terakhir bis. Sedangkan dari sisi keamanannya saya pilih minibus (travel), kereta api, bis dan sepeda motor diposisi buncit, begini ulasannya!
Naik minibus (travel) menurut saya paling aman dan nyaman karena penumpang diantar jemput sesuai dengan alamat, penumpang tinggal duduk manis tidak perlu nyetir dan mikir apa-apa, penumpang tidak terlalu banyak jadi lebih private, potensi terjadinya tindak kriminal sangat kecil, biasanya travel memberikan fasilitas kenyamanan dalam perjalanan yang lebih bagus dari moda transportasi lain dan biasanya pada moda transportasi ini berlaku prinsip rego nggowo rupo alias harga membawa rupa yang maksudnya kurang lebih semakin bagus fasilitas yang diberikan travel harganya pasti semakin mahal!
Selanjutnya dengan mengendarai sepeda motor. Selama hampir 4 (empat) tahun kuliah di Kota tembakau di ujung timur Pulau Jawa, moda transportasi yang satu inilah yang paling sering saya pakai untuk melakukan ritual mudik ke kampung halaman di kaki Gunung Lawu, tepat diantara Propinsi Jawa Timur dan Jawa Tengah.
Jaraknya lumayan jauh sekitar 400 km yang biasanya secara normal bisa saya tempuh selama 8 (delapan) jam perjalanan plus plus plus, maksudnya sudah termasuk istirahat yang biasanya untuk ishoma alias istirahat rebahan barang sejenak untuk meluruskan tulang belakang, sholat dan makan (kalau pas mudik karena liburan tahun ajaran baru, bukan lebaran)