Bertemu dengan spektrum warna-warni busur pelangi di angkasa, merupakan anugerah "alam" terbaik yang selalu berhasil membuat saya tertegun barang sejenak. Pelangi yang selalu muncul secara tiba-tiba tanpa lebih dulu memberi kabar ini, selalu memantik rasa takjub, kagum, romantik dan sebentuk rasa bahagia yang entah darimana datang dan sumbernya. Bagaimana dengan anda?
Cantiknya kehadiran warna-warni pelangi yang ditangkap oleh mata manusia, setidaknya mempunyai tujuh pita garis-garis warna paralel, yaitu merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, dan ungu (violet) yang lebih dikenal dengan singkatan mejikuhibiniu ini juga diabadikan oleh seorang Abdullah Totong Mahmud atau lebih dikenal dengan AT Mahmud dalam sebuah lagu anak-anak gubahannya yang sangat populer di Indonesia yang liriknya kurang lebih seperti dibawah ini. Anda masih bisa menyanyikannya?
Pelangi pelangi
Alangkah indahmu
Merah, kuning, hijau
Di langit yang biru
Pelukismu Agung, siapa gerangan
Pelangi, pelangi, ciptaan Tuhan!
Sungguh, bagi saya pelangi memang sangat indah. Teramat indah malah! Seperti syair gubahan AT Mahmud, Pelukismu Agung, siapa gerangan? Pelangi, pelangi, ciptaan Tuhan!
Baca Juga : Mencicipi Legitnya Tapai Gambut yang Melegenda
Keindahannya yang tidak terbantahkan, tidak hanya menjadi pemanis gerimis di pagi atau senja hari semata, bukan pula hanya sebatas fenomena alam yang sanggup memancing logika ilmiah kita untuk lebih jauh meneliti berbagai rahasia alam yang begitu menakjubkan, tapi kemunculannya adalah pesan aktual, tanda bukti dari sebuah eksistensi yang tidak terbatas oleh ruang dan waktu, sekaligus dalil sahih bagi kita semua untuk "mengakui" ke-Agung-an dan ke-canggih-an penciptanya, siapa gerangan?
Apakah anda pernah menemukan ujung kaki pelangi? Jika belum pernah, seandainya suatu waktu anda bertemu dengan kaki pelangi kira-kira apa yang menjadi imajinasi anda saat melihatnya?
Kalau saya, melihat kaki pelangi selalu membawa imajinasi pada fragmentasi legenda Si- Jaka Tarub dan bidadari cantik Si-Nawang Wulan yang turun ke bumi untuk mandi di telaga yang berada tepat di ujung kaki pelangi, ujung dari titian atau jalan yang dipakai para bidadari jika ingin mandi di telaga bumi. Masih ingat dengan kelanjutan kisahnya?
Baca Juga : Masjid Sabilal Muhtadin, Ruang Dialektika Budaya Kalimantan
Salah satu hobi fotografi saya adalah memotret si-jalan bidadari untuk mandi di bumi alias si-pelangi. Alasannya bukan karena ingin melihat bidadari lagi mandi lho ya...he...he...he...! Seperti saya tulis di awal kisah, pelangi merupakan akumulasi dari rasa takjub, kagum, romantik dan sebentuk rasa bahagia yang entah darimana datangnya.