Kelengkeng Irian atau Kelengkeng Papua, begitu warga di komplek tempat tinggal saya di Banjarmasin menyebut buah Matoa (Pometia pinnata) yang bentuknya bulat lonjong seperti buah pinang dengan ukuran mirip telur puyuh yang citarasa manisnya bulat legit ini.
Mungkin, karena pohon buah yang ciri daunnya berbentuk jorong sepanjang kira-kira 30-40 cm dengan lebar 8-15 cm dengan permukaan yang tebal dan kaku, pangkal daun tumpul dengan ujung runcing, tepinya rata dan bertulang menyirip, serta mempunyai permukaan atas dan bawah yang halus serta berlekuk kedalam pada bagian pertulangan daun ini konon tumbuh sangat subur di habitatnya diberbagai kelas hutan didaratan Papua.
Baca Juga : Hutan dalam Pohon, Ide Sederhana Menambah Pabrik O2 di Lahan Terbatas Perkotaan
Meskipun buah Matoa selalu identik dengan Papua atau Indonesia Timur, bukan berarti kita tidak bisa ikut menikmati legitnya manis buah yang masih satu keluarga (family) dengan buah rambutan ini, yaitu famili Sapindaceae.
Buah Matoa sendiri, meskipun masih sangat jarang ditemukan di penjaja buah di pinggir-pinggir jalan, tapi buah yang mempunyai citarasa nano-nan0 nan unik ini sudah mulai bisa dijumpai hampir di seluruh Indonesia, walaupun masih terbatas di supermarket-supermarket tertentu dengan harga bervariasi di masing-masing daerah, tapi rata-rata semuanya relatif mahal dibanding jenis buah-buahan yang lain.
Di komplek tempat tinggal saya di Banjarmasin, pohon buah Matoa ini bisa tumbuh sangat subur dan menghasilkan rumpun buah yang lumayan banyak. Menurut Mas Pardi, orang pertama yang menanam pohon Matoa di samping rumahnya. Pohon Matoa bisa berbuah banyak karena mengikuti percabangannya yang juga banyak.
Jadi, jika ditanam di halaman rumah dalam komplek, Pohon Matoa yang bisa tumbuh meraksasa sampai setinggi 50 meter dengan diameter batang bisa mencapai 1 meter ini harus sering-sering dipangkas, selain agar pohon tidak tinggi menjulang dengan sering dipangkas, tumbuh cabangnya juga semakin banyak sehingga kemungkinan muncul rumpun buah juga semakin banyak.
Hari Minggu kemarin merupakan momen yang kami tunggu-tunggu! Kemarin merupakan panen perdana kami atau tepatnya saya dengan Mas Pardi tetangga yang kebetulan menanam pohon Matoa hasil pembiakan biji sekitar 3 atau 4 tahun yang lalu.
Momen panen perdana ini menjadi sedikit heboh karena buah ini masih tergolong langka di komplek kami di Banjarmasin dan kami berniat membagi-bagikan hasil panen kepada tetangga dan orang yang kebetulan lewat di depan rumah agar ikut merasakan citarasa buah yang oleh sebagiaan orang diinterpretasikan sebagai perpaduan antara tekstur daging buah kelengkeng, segarnya buah rambutan dan harumnya buah durian ini.
Hasilnya, "Dasar nyaman banar manisnya! Buah apa ni ngarannya (Memang enak manisnya! Apa nama buah ini?)" Ujar Mang Kapi, bos air mineral yang kebetulan lewat depan rumah.
"Kawakah manukar buahnya? Manisnya legit banar!" (Bisakah beli buahnya? Manisnya legit sekali!)" Ujar Julak Ali, Kaum (marbot) di Musholla kami.
"Eeeenaak...nak...enak! Agi..agi...abah agi, manis..." Kata dede Hilal yang dari tadi gak berhenti menikmati si manis Matoa.