Tentang Buta Warna
"Maaf, Anda buta warna?" Ketika pertanyaan ini diberikan kepada sebagian besar masyarakat Indonesia, saya yakin sebagian besar di antaranya pasti akan tergagap-gagap untuk menjawabnya. Tergagapnya bisa disebabkan oleh beberapa hal. Pertama. Karena sama sekali tidak mengenal atau tidak mempunyai pengetahuan tentang buta warna, bahkan mendengar pun bisa jadi belum pernah. Kedua. Tahu tentang buta warna atau paling tidak pernah mendengar, tapi tidak tahu apakah dirinya buta warna atau tidak. Ketiga. Bisa jadi tahu tentang masalah buta warna, bahkan mungkin pula tahu dirinya buta warna atau tidak. Tapi seandainya penyandang buta warna biasanya mereka tidak tahu buta warnanya masuk kategori apa? Buta warna total atau parsial, kalaupun tahu masuk kategori buta warna parsial, parsialnya untuk warna apa?
Apasih buta warna itu? Buta warna adalah kelainan genetika yang terpaut sex (sex linked) pada organ mata yang disebabkan oleh ketidakmampuan sel-sel kerucut mata untuk menangkap spektrum warna tertentu yang disebabkan oleh faktor genetik atau keturunan. (wikipedia). Intinya, pada penyandang kelainan buta warna, organ mata tidak bisa membedakan jenis warna-warna tertentu. Secara umum buta warna dibagi menjadi 2 macam, yaitu buta warna total dan buta warna parsial. Untuk buta warna parsial sendiri terbagi lagi menjadi 3 jenis, yaitu protanomali (lemah mengenali warna merah dan perpaduan/turunannya), deuteromali (lemah pada warna hijau dan tritanomali (lemah pada warna biru).
Keunikan Buta Warna dan Problematika Sosial yang Ditimbulkan.
Kelainan atau cacat bawaan yang satu ini tergolong unik! Sangat berbeda dengan bentuk-bentuk kelainan organ fisik manusia lainnya yang obyek kelainannya maupun efeknya biasanya bisa dirasakan oleh penyandangnya, begitu juga dari sisi visualitasnya,umumnya kelainan fisik bisa terlihat atau teridentifikasi oleh orang-orang di sekitarnya.
Hal ini tidak berlaku bagi kelainan buta warna! Jangankan orang lain, penyandangnya atau penderitanya sendiri banyak yang tidak menyadarinya sebelum akhirnya berbenturan dengan moment-moment penting dan menentukan, seperti saat ingin melanjutkan pendidikan atau mendaftar kerja.
Situasi ini jamak terjadi, karena kelainan buta warna haram hukumnya bagi jalur pendidikan berbasis eksakta, seperti pendidikan kedokteran, teknik, pertanian, dsb. Otomatis, aturan ini juga berlanjut alias berlaku juga untuk bidang pekerjaan yang berbasis pada dunia eksakta tersebut, tidak tekecuali untuk mendaftar menjadi anggota TNI dan Polri. Celakanya, tidak ada informasi sejak dini mengenai ketentuan-ketentuan penting ini oleh Pemerintah melalui pihak-pihak yang berwenang.
Berangkat dari fakta di atas, kelainan buta warna tidak bisa dianggap sepele atau bahkan dipandang hanya sebelah mata saja, selain secara faktual tidak bisa di sembuhkan, bagi penyandang yang tidak siap mental, tentu kelainan buta warna bisa memberi permasalahan multi dimensi (psikologi, sosial dan ekonomi) yang tidak mudah untuk mengatasinya.
Fakta Problematika Buta Warna di Indonesia
Permasalahan seputar kelainan buta warna berikut pemberdayaan bagi penyandangnya, sepertinya memang belum masuk dalam skala prioritas perhatian pemerintah melalui lembaga terkait seperti Departemen Kesehatan, Departemen Pendidikan, Departemen Sosial dan atau departemen lainnya yang membidangi pemberdayaan SDM masyarakat.
Buktinya, sampai sekarang masih belum ada instrumen yang secara resmi disediakan oleh Pemerintah untuk memetakan penyandang buta warna di Indonesia berikut potensi sumber daya yang dimiliki. Padahal, seharusnya sejak dini masyarakat harus tahu bahkan harus memahami pentingnya mengetahui menyandang buta warna atau tidak!