Pengalaman Mudik
Bagi perantau yang sudah 20 tahunan lebih meninggalkan kampung halaman, tanah kelahiran di pedalaman lereng sebelah timur Gunung Lawu, perbatasan Jawa Timur dan Jawa Tengah untuk berkelana menjelajahi separuh nusantara seperti saya, mudik atau pulang kampung dalam moment apapun tetap saja menjadi pilihan terbaik untuk mengembalikan spirit! Spirit untuk terus merantau! He...he... bagi saya merantau is the best!
Bagi saya, tradisi mudik memang bukan barang baru lagi. Mudik sudah seperti aktifitas fisiologis untuk memenuhi kebutuhan biologis tubuh kita seperti makan (tiga kali sehari) dan tidur (ketika mata mengantuk dan tubuh sudah minta jatah istirahat), maka tidak heran jika aktifitas mudik juga telah memperkaya khasanah alam pikir dan pengalaman saya.
Posisi sebagai perantau yang seringkali berpindah-pindah tempat tinggal, menyebabkan hampir semua moda transportasi darat, laut dan udara pernah menjadi karib untuk memenuhi hasrat mudik ke kampung halaman, baik saat menjelang lebaran maupun mudik dengan keperluan, tujuan dan waktu lainnya. Hanya saja, diantara berbagai moda transportasi yang pernah menjadi karib dalam perjalanan mudik ini, berbagai jenis moda transportasi darat mungkin lebih banyak memberi "warna" jika dibanding dengan dua saudaranya, moda transportasi laut dan udara. Maklumlah, kan saya manusia yang hidup di daratan jadi wajarlah jika lebih banyak bersentuhan dengan moda trasportasi darat he...he...
Khusus untuk moda transportasi udara, sejauh ini saya tidak mempunyai pengalaman yang spesial atau luar biasa yang layak untuk saya catat. Karena selama bermesraan dengan berbagai maskapai penerbangan dalam berbagai kesempatan, termasuk saat mudik semua berjalan "normal" seperti umumnya, tiket pesawat pasti super mahal...hal...hal di saat peak season menjelang lebaran dan seringnya delay keberangkatan yang selalu harus kita maafkan dan pahami, meskipun harus kehilangan berbagai kesempatan dan peluang penting sekalipun.
Sedangkan untuk moda transportasi laut dan sungai, memang hampir semua pernah saya cobba mulai kapal jarak jauh, kapal fery ro-ro, fery cepat antar propinsi, speedboat, taxi air, kelotok sampai jukung atau perahu. Hanya saja ada yang selalu menghantui saya, jika harus memanfaatkan moda transportasi air, yakni tidak bisa berenang dan phobia saya pada akumulasi/genangan air akibat pernah tenggelam dalam kecelakaan bus mengerikan saat mudik lebaran tahun 1983 (ketika kelas 1 SD), saat itu bus yang kami tumpangi terkubur dalam keruhnya air sungai berwarna coklat kemerahan akibat darah yang berceceran. Alhamdulillah keluarga kami semua selamat dengan cara-Nya yang sampai sekarang masih belum bisa kami pahami dengan nalar dan logika, padahal dengan mata kepala saya sendiri hampir separuh penumpang bus terbujur kaku.
Hal berbeda, untuk moda transportasi darat. Banyak pengalaman seru, menarik bahkan mencekam pernah saya alami ketika melakukan aktifitas mudik dari tahun ke tahun. Hampir semua alat transportasi darat jarak jauh seperti Kereta api, bis antar kota, mnibus dari biro perjalanan bahkan sepeda motor pernah menemani perjalanan saya untuk mudik.
Mudik dengan bis saat masih sekolah dan kuliah, filosofi "asal terbawa" oleh bis, saat itu sudah bersyukur! Tidak jarang aplikasi "asal terbawa" ini riilnya adalah hanya satu kaki saja yang masuk dan berhasil menginjak ujung pijakan di bibir pintu bis ditambah dengan "siksaan" berdiri sepanjang perjalanan yang menempuh jarak 400 km. Inilah menariknya...
Pengalaman yang kurang lebih sama, juga saya dapatkan ketika mudik dengan menggunakan kereta api kelas ekonomi khas pelajar dan mahasiswa kala itu dari Jember- Madiun, filosofi "asal terbawa" masih tetap berlaku. Masih mendingan, bisa berdiri meskipun terjepit penumpang lain yang hanya bisa berdiri kaku di dalam gerbong (seperti iklan salah satu produk seluler), berdiri kaku berdesakan dalam WC-pun biasa terjadi. Belum lagi bila "takdir" hari itu harus kebagian tempat di gerbong barang yang mau tidak mau kadang berbaur dengan kambing dan ayam.
Berangkat dari pengalaman mudik 2 tahun pertama dengan bis dan kereta api yang penuh dengan "sensasi" akhirnya di tahun ke-3 saya memutuskan untuk mulai mencoba mudik dengan menggunakan sepeda motor. Inilah bedanya! Mudik dengan sepeda motor ternyata memberikan suasana mudik yang lebih sensasional lagi
1. Fleksibel