Melanjutkan catatan [Wisata Banua] Menemukan "Pasar Terapung Lok Baintan" dari Jalur Darat yang saya posting minggu lalu, kali ini saya akan melanjutkan catatan perjalanan saya memngeksplorasi jalur darat menuju destinasi wisata pasar terapung Lok Baintan di Kecamatan Sungai Tabuk, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, khususnya untuk jalur pulang menuju Kota Banjarmasin.
Untuk menuju pulang ke Kota Banjarmasin yang berjarak sekitar 10 km dari Lokasi Pasar terapung di bawah Jembatan Gantung Lok Baintan, saya sengaja mencari jalan alternatif yang belum banyak terekspos. Saya memilih jalan untuk menyusuri sungai yang posisinya berseberangan dengan jalan saya berangkat menuju Pasar terapung Lok Baintan. Jadi untuk menuju jalan tersebut, saya harus menyeberangi jembatan gantung Lok Baintan.
Setelah menyeberangi jembatan gantung, saya mengambil arah ke kiri memasuki perkampungan tepi sungai menuju arah desa Tandipah. Suasana pedesaan khas tepi sungai Kalimantan langsung menyapa saya.
Hunian berupa rumah semi panggung yang terbuat dari kayu dengan atap sirap atau seng banyak mendominasi, hanya beberapa bangunan semi panggung dengan dinding semen yang terlihat. Itupun bagian pondasinya tetap dari kayu ulin atau kayu besi. Meskipun kampung ini tidak terlalu padat dan relatif sepi, tapi aktivitas warga dengan budaya sungainya tetap sesekali terlihat.
Jalanan yang saya lewati kurang lebih masih sama dengan tipikal jalanan yang saya lewati pada waktu berangkat menuju Lok Baintan, yaitu berupa jalan tanah yang dikeraskan dengan tutupan berupa taburan batu koral.
Sekitar 5 menit berjalan saya sudah bertemu kembali dengan jembatan berkonstruksi kayu khas Kalimantan Selatan yang dibuat menggembung atau melengkung ke atas di bagian tengah layaknya busur, hal ini menandakan bahwa sungai di bawahnya merupakan jalur lalu lintas aktif masyarakat dan ini menandakan di pedalaman atau sepanjang aliran anak sungai ada penghuni atau perkampungannya.
Dibandingkan dengan jalan berangkat menuju Lok Baintan yang posisinya berada di seberang sungai, jalan menuju pulang ke Kota Banjarmasin yang saya lalui sekarang lebih sempit dengan variasi lebar antara 1-2 meter saja dan jauh lebih sepi. Jarang sekali saya bertemu dengan masyarakat yang beraktivitas, baik di kebun, ladang, rawa lebak atau di sepanjang jalan.
Sepanjang perjalanan yang lebih banyak melalui area hutan semak belukar, sebagian nipah, rawa lebak yang difungsikan sebagai sawah, kebun dan ladang masyarakat ini, masih jarang terlihat rumah penduduk. Kalaupun ada rumah penduduk biasanya lokasinya berkelompok di sekitar jembatan yang dibangun diatas aliran anak sungai Martapura yang menuju ke pedalaman.
Di sinilah uniknya, sepanjang perjalanan sekitar 4-5 km saya bertemu dengan belasan jembatan berbagai ukuran dan berbagai konstruksi. Intinya, kalau jembatan dibuat rata dengan jalan, artinya sungai di bawahnya bukan jalur transportasi aktif dan di pedalaman atau di sepanjang aliran anak sungai biasanya tidak berpenghuni.
Dalam perjalanan pulang ini, saya beberapa kali bertemu dengan rombongan paunjunan (rombongan pemancing) yang sepertinya datang dari luar kampung dan komunitas goweser atau pesepeda yang menuju ke arah Lok Baintan.