Lihat ke Halaman Asli

kaekaha

TERVERIFIKASI

Best in Citizen Journalism 2020

Melepas Rindu Kampung Halaman di Gerobak "Tahu Campur Cak Di"

Diperbarui: 18 Mei 2016   22:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gerobak Cak Di di Jl. Kuripan, Banjarmasin

Pernah makan tahu Campur Lamongan dan Lontong Balap Surabaya? Itu lho, kuliner sedap bercitarasa khas daerah pesisir yang berbumbu dasar petis udang!?. 

Di berbagai kota di Pulau Jawa, khususnya di Jawa Timur. 2 (dua) kuliner ini relatf masih mudah dijumpai. Baik yang sudah manggon (menetap) maupun yang menjajakan dengan cara berkeliling pakai gerobak. 2 (dua) kuliner dari Jawa Timur ini berasal dari daerah yang berbeda, tahu campur dari Lamongan dan lontong balap dari Surabaya. Dua daerah ini sama-sama berada di pesisir utara Jawa Timur. Jadi wajar kalau kedua kuliner tersebut mempunyai citarasa dan kelezatan yang kampir serupa, karena sama-sama menggunakan bumbu utama petis udang, salah satu hasil olahan hasil laut khas masyarakat pesisir.

Meskipun mempunyai beberapa kesamaan, yaitu sama-sama menggunakan bumbu utama petis udang dan sama-sama berasal daerah pesisir utara Jawa Timur, tapi karena berasal dari dua daerah yang berbeda, Tahu Campur dari Lamongan dan Lontong Balap dari Surabaya, maka 2 (dua) kuliner ini mempunyai cirikhas bahan pelengkap dan citarasa yang berbeda, dijual oleh penjual yang berbeda dan dilokasi yang berbeda juga. Tidak ada yang satu lokasi.

Dandang khas penjual Tahu Campur


Biasanya 2 (dua) kuliner ini dijual secara single fighter. Artinya pedagang hanya menjual satu jenis kuliner saja Tahu Campur atau Lontong Balap saja, terutama untuk pedagang keliling. Sedangkan untuk pedagang yang manggon, kadang-kadang (walaupun sangat jarang) ada juga yang menyelipkan kuliner lainnya yang biasanya berasal dari daerah yang sama. Misalkan,Tahu Campur dengan Soto Ayam yang sama-sama dari Lamongan, sedangkan Lontong Balap dengan Kupang Lontong, kuliner berbumbu dasar petis udang dan berbahan dasar biota laut yang oleh warga setempat disebut kupang, kuliner dari Kota Sidoarjo yang kebetulan juga kota pesisir utara Jawa Timur, bertetangga dengan Surabaya.

Khusus pedagang yang menjajakan 2 (dua) kiliner ini dengan berkeliling, masing-masing mempunyai keunikan dan kehasan sendiri-sendiri. Untuk pedagang Tahu Campur, mudah dikenali dari model gerobak dan bentuk dandang yang dipakai untuk wadah kuah kaldu tetelan/urat daging sapi yang ditaruh di ruas bagian depan gerobak. Biasanya, penjaja keliling ini menulis identitasnya dengan sticker warna ngejreng kuning/merah dengan huruf ukuran besar ditempel pada kaca atau lambung gerobak, bertuliskan "Tahu Campur Lamongan". Mereka masih mudah dijumpai, terutama di daerah Surabaya dan sekitarnya serta daerah tapal kuda yang dimulai dari Kota Pasuruan kearah timur sampai Kota Jember dan sekitarnya.

Sementara untuk pedagang Lontong Balap, biasanya tidak memakai gerobak dorong untuk keliling menjajakan dagangannya tapi menggunakan pikulan. Hanya saja, sepertinya sekarang sudah sangat langka bahkan mungkin memang sudah tidak ada yang berjualan Lontong Balap dengan cara berkeliling, bahkan di kota asalnya Surabaya.

Tahu Campur + Sate Cingur

Tentang Tahu Campur dan Lontong Balap yang Sedapnya Melegenda!

Bagi masyarakat Jawa Timur atau paling tidak masyarakat yang pernah tinggal di Jawa Timur, khususnya daerah Surabaya kearah timur, kuliner Tahu Campur tentu sudah tidak asing lagi. Kuliner khas dari Kota Lamongan ini dibuat dari beberapa campuran bahan, seperti tetelan daging sapi, tahu goreng, perkedel singkong (sebagian menyebutnya lentho), taoge atau kecambah mentah, selada air mentah, mi kuning dan kerupuk udang yang ditaruh diatas bumbu petis, bawang goreng yang di lumatkan dan sambal (jika suka pedas), sebagian lagi ada yang menambahkan irisan lontong didalamnya.

Konon, asal muasal kuliner tahu campur tak lepas dari saudara tuanya kuliner soto, yang kebetulan sudah lebih dulu dikenal sebagai kuliner khas Kota Lamongan. Singkat cerita, ketika merasa lapar dan ingin makan sepulang dari berdagang soto dengan gerobaknya, ternyata yang tersisa di gerobak tinggal kuahnya saja. Kebetulan didapur adanya cuma petis (biasanya masyarakat pesisir utara Jawa Timur memang selalu siap sedia di dapur, seperti halnya kerupuk udang) daun slada, tahu dan mie. Akhirnya bahan seadanya ini di yang di santap.... Eh ternyata keenakan! Jadi deh cikal bakal kuliner tahu campur.... (diolah dari berbagai sumber)

Memperhatikan secara langsung penyajian Tahu Campur sampai siap untuk dihidangkan, ternyata semakin membuat gairah ber-tahu campur semakin menggebu lho...... beda bila kita cuma duduk manis di meja menunggu hidangan datang! Pertama-tama, bawang putih goreng dilumatkan diatas piring dengan menggunakan sendok, setelah itu diatas piring dituang petis udang secukupnya (wujud fisiknya seperti pasta berwarna hitam kecoklatan dengan bau khas menggugah selera yang merupakan inti dari bumbu Tahu Campur). Selanjutnya adonan diberi sedikit kuah kaldu untuk mengencerkan dengan cara diaduk-aduk menggunakan sendok. Kalau menginginkan citarasa pedas, pada adonan bisa langsung ditambah dengan sambal sesuai selera. Setelah adonan bumbu siap, bahan pelengkap berupa mie kuning basah/matang, taoge/kecambah segar/mentah, irisan besar daun selada mentah/segar, irisan tahu goreng dan perkedel singkong/lentho ditambahkan kedalam piring. Kemudian disiram dengan kuah kaldu tetelan/urat daging sapi berikut tetelannya, baru diatasnya diberi kerupuk udang. Hmmmmm baunya yang khas dijamin membuat liur menetes...... tes...tes....

Lontong Balap + Sate kerang bumbu kecap


Legenda Lontong Balap, Berawal dari Stasiun Wonokromo
Menurut teman yang asli Surabaya, semasa tinggal di Sidoarjo antara tahun 2000-2005, sejarah asal-muasal penamaan kuliner "Lontong Balap" berasal dari perilaku pedagang kuliner ini ketika menyongsong penumpang kereta api yang baru turun di Stasiun Wonokromo Surabaya yang saling berlari/balapan dengan sesama pedagang lainnya lengkap dengan dagangan yang dipikul. Karena saat itu pedagangnya sendiri belum mempunyai nama definitif untuk kuliner yang dijajakannya, lama-kelamaan akhirnya masyarakat memberi nama kuliner yang mereka jajakan dengan nama Lontong Balap, merujuk dari perilaku pedagangnya yang balapan menyongsong pembeli.
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline