Akhirnya saya bisa memiliki novel Wali Sanga ini, sudah lama sekali mencari buku ini dimana-mana tapi tidak dapat. Bahkan sudah menanyakan langsung ke penulisnya, katanya, buku ini habis total tak tersisa dan entah kapan akan dicetak ulang lagi. Saya berhasil dapatkan buku ini di marketplace Shopee. Saya sudah deg-degan bukunya takut kurang baik kondisi fisiknnya, tapi syukurlah keadaan fisik bukunya bagus dan sangat layak. Pengen nya sih beli di penulisnya langsung biar dapat tanda tangannya gitu lho :D
Novel Walisanga....
Saya pikir, buku ini akan membahas mendalam kesembilan anggota majelis Wali Sanga yang tersohor itu sebagaimana buku Wali Sanga karangan penulis lainnya, namun nyatanya buku novel Wali Sanga karangan Damar Shashangka tidak membahas mendalam kisah-kisah kesembilan Wali tersebut. Didalam novel ini hanya beberapa Wali saja yang muncul, misal; Sunan Murya, Sunan Derajat, Sunan Kalijaga, Sunan Giri, Syekh Lemah Abang/Syekh Siti Jenar, itupun tidak full dibahas mendalam.
Pada Novel ini, cenderung membahas prahara pasca Majapahit yang dihadang oleh Demak Bintara. Serta disini, penulisnya menggambarkan kondisi Demak yang setelah menggempur Majapahit mengalami kemerosotan seiring lahirnya Majapahit Baru.
Pada novel ini, tidak ada tokoh utama yang menjadi alur cerita. Setiap bab menceritakan kisah-kisah dari tokoh dan kejadian yang berbeda, namun muaranya sama yaitu: prahara Demak pasca Majapahit runtuh.
Namun, ada tokoh yang sepertinya menjadi tokoh semi utama, yaitu Syekh Lemah Abang/Syekh Siti Jenar.
Pada kisah Syekh Siti Jenar di dalam novel ini, penulis menonjolkan alur cerita tentang beliau detik-detik beliau mengundurkan diri dari majelis Wali Sanga. Menurut saya, sepertinya penulis sengaja menampilkan sosok Syekh Siti Jenar sebagai pertanda bahwa pasca Majapahit runtuh, Demak justru mengalami terombang ambing. Disatu sisi Demak ingin memasuki ranah politik negara, disatu sisi juga Demak ingin menggantikan wajah Jawa danNusantara dengan wajah Islam.
Mungkin sebagian orang (termasuk saya sendiri) mengira bahwa setelah kemenangan Demak, negara jadi ayem tentrem karena sudah berganti wajah ( baca: ganti agama ) yang semula pemeluk Buda menjadi Islam. Namun, nyatanya justru Demak menjadi negara yang tidak bisa bertahan lama.
Sepertinya penulis ingin mengisyaratkan "Ini Lho, pasca Majapahit runtuh, di Demak justru jadi banyak pertikaian"
Titik ketegangan semakin memuncak tat kala Syekh Siti Jenar memutuskan untuk keluar dari Majelis Wali Sanga, hal ini menurutnya antara Demak, dan majelis Wali Sanga sudah tidak selaras lagi dengannya lantaran tidak sejalan dengan prinsip Syekh Siti Jenar( Ini lebih lengkap di novel Lemah Abang ).
Novel ini sebetulnya seru sekali, dikemas dengan gaya bahasa yang khas dan menarik, sayangnya hanya tipis, tidak seperti novel karangan penulis yang lainnya. Biasanya karangan Damar Shashangka selalu tebal. Wali Sanga tidak. Tapi, menurut saya, novel ini menyambung dengan novel Lemah Abang dan novel seri Sabda Palon ( dengan penulis yang sama ).