Lihat ke Halaman Asli

Kadir Ruslan

TERVERIFIKASI

PNS

Fakta tentang Kelaparan di Indonesia

Diperbarui: 9 November 2017   22:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi.(SHUTTERSTOCK) | Sumber gambar: Kompas.com

Salah satu capaian pemerintah Jokowi-JK yang patut diapresiasi selama tiga tahun terakhir adalah keberhasilan dalam menggenjot produksi tanaman pangan, khususnya beras, sehingga berujung pada swasembada. 

Kementerian Pertanian mencatat, produksi padi nasional meningkat cukup signifikan dari 70,85 juta ton gabah kering giling (GKG) pada 2014 hingga mencapai 79,14 juta ton GKG pada 2016. Tahun ini, produksi padi nasional bahkan diperkirakan bakal menembus angka 80 juta ton GKG.

Tidak mengherankan kalau sepanjang tahun ini Bulog tidak lagi mengimpor beras dan hanya mengandalkan produksi dalam negeri untuk memenuhi cadangan beras nasional.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) juga memperlihatkan bahwa realisasi impor beras sepanjang Januari-September 2017 hanya sekitar 200 ribu ton, jauh menurun bila dibandingkan dengan realisasi impor beras pada tahun lalu yang mencapai 1,28 juta ton. Beras impor sebanyak 200 ribu ton tersebut adalah beras premium dan beras khusus yang memang tidak diproduksi di dalam negeri.

Sayangnya, terlepas dari capaian yang mengesankan ini, Indonesia ternyata masih dihadapkan pada persoalan kelaparan yang boleh dibilang cukup serius. Hal ini terungkap dalam publikasi bertajuk "2017 Global Hunger Index: the Inequalities of Hunger" yang dirilis International Food Policy Research Institute (IFPRI) pada Oktober lalu.

Dalam publikasi ini disebutkan bahwa skor indeks kelaparan Indonesia sebesar 22. Skor ini menempatkan Indonesia pada peringkat 72 dari 119 negara (tidak termasuk negara-negara maju). Di kawasan ASEAN, capaian Indonesia bahkan di bawah Malaysia, Thailand, Vietnam, dan Filipina.

Berdasarkan kategorisasi IFPRI, tingkat kelaparan di Indonesia termasuk dalam skala serius. Itu artinya, di tengah keberhasilan pemerintah dalam menggenjot produksi beras nasional, kelaparan ternyata masih menjadi fenomena keseharian yang dihadapi oleh sebagian penduduk Indonesia. 

Sumber: IFPRI

Laporan IFPRI juga menunjukkan bahwa selama ini kinerja Indonesia dalam menurunkan tingkat kelaparan kurang memuaskan. Faktanya, Indonesia berada pada kelompok negara dengan tingkat penurunan kelaparan yang terbilang relatif rendah sejak tahun 2000 bersama India, Iraq, Pakistan, dan sejumlah negara di kawasan Afrika.

Kurang gizi

Indeks kelaparan yang dihitung oleh IFPRI dibangun berdasarkan empat indikator. Keempat indikator tersebut mencakup persentase populasi kurang gizi/asupan kalori kurang memadai (undernourishment), persentase balita dengan berat badan rendah (child wasting) yang merepresentasikan kekurangan gizi akut, persentase balita bertubuh pendek/kerdil (child stunting) yang merepresentasikan kekurangan gizi kronik, dan tingkat kematian balita (child mortality) yang merefleksikan kombinasi kendala dalam pemenuhan gizi dan faktor lingkungan yang tidak mendukung tumbuh kembang anak.       

Berdasarkan data yang dihimpun oleh IFPRI, delapan dari setiap seratus penduduk Indonesia terkategori kurang gizi (asupan kalori tidak mencukupi). Sementara itu, sekitar 14 persen balita di Indonesia mengalami kekurangan gizi akut. Tingkat kematian balita juga cukup tinggi, yakni mencapai 2,7 persen pada tahun 2015.

Dari empat indikator yang digunakan IFPRI dalam penghitungan indeks kelaparan, Indonesia ternyata sangat buruk dalam hal prevalensi balita bertubuh pendek. Betapa tidak, sekitar 36 dari setiap 100 balita di Indonesia bertubuh kerdil yang merupakan manifestasi kekurangan gizi kronik. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline