Lihat ke Halaman Asli

Kadir Ruslan

TERVERIFIKASI

PNS

Kepala Badan Pusat Statistik Pertama

Diperbarui: 1 November 2017   06:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tahukah Anda siapa kepala Badan Pusat Statistik (BPS) yang pertama? Mungkin karena kebanyakan piknik, meski sudah bekerja di BPS tak kurang dari lima tahun lamanya, saya baru tahu jawaban dari pertanyaan itu beberapa waktu yang lalu, ketika membaca buku Rizal Mallarangeng berjudul Mendobrak Sentralisme Ekonomi Indonesia 1986-1992.

Ketika Orde Lama runtuh, Sukarno mewariskan kondisi ekonomi yang karut-marut. Betapa tidak, ketika ia lengser, Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita hanya US$300, inflasi mencapai tiga digit, dan utang negara terus meroket. Karena itu, masa awal Orde Baru di bawah kepemimpinan Suharto merupakan periode sulit.
Pemulihan kondisi ekonomi nasional merupakan fokus utama.

Kala itu, ada sekolompok ekonom yang memainkan peran yang sangat penting dalam menentukan arah pembangunan ekonomi nasional. Mereka kerap disebut “Mafia Berkeley”. Meski faktanya, sebagain besar mereka merupakan jebolan Universitas Berkeley, Amerika Serikat, sebutan itu sebetulnya lebih melekat pada haluan ekonomi yang mereka anut: liberalisasi ekonomi.

Di bawah komando Prof. Widjojo Nitisastro, Mafia Barkeley berhasil mengubah haluan ekonomi nasional 180 derajat, dari yang semula sosialis di masa Orde Lama menjadi pro-pasar dan kapitalis. Arus liberalisasi ekonomi kian dahsyat, ketika mereka yang semula hanya bermain di belakang layar sebagai tim penasehat ekonomi Pak Harto, menduduki sejumlah jabatan penting di kabinet.

Dominasi negara dalam perekonomian mulai dipreteli dengan sejumlah deregulasi. Tujuannya jelas: mendorong bekerjanya mekanisme pasar. Pintu investasi asing dibuka selebar-selebarnya. Tidak membikin heran jika saat itu perekonomian nasional didominasi oleh pemodal asing dan keterunan Cina. Sementara itu, pengusaha pribumi kian terpinggirkan karena kalah bersaing.

Didorong oleh semangat nasionalisme dan kekhawatiran bahwa arah pembangunan nasional telah melenceng jauh dari cita-cita pembangunan nasional yang digariskan oleh para pendiri bangsa, di haluan yang berbeda, sejumlah tokoh angkat suara. Mereka yang umumnya cenderung sosialis melayangkan kritik yang pedas dan bertubi-tubi terhadap kebijakan ekonomi Orde Baru kala itu.

Kritik mereka disampaikan dengan cara yang cerdas, khas kaum cerdik pandai: tulisan. Mereka mengkritik Mafia Berkeley melalui kolom opini yang dimuat di berbagai koran terkemuka saat itu, seperti Indonesia Raya, Pedoman, dan Merdeka. Menurut mereka, liberalisasi ekonomi yang dilakukan pemerintah Orde Baru sudah kebablasan dan harus direm.

Perang gagasan yang dilancarkan melalui media massa tersebut ternyata sangat efektif. Artikel-artikel kritis yang ditulis oleh sejumlah tokoh terkemuka kala itu ternyata sangat ampuh dalam mengipasi semangat penolakan, khususnya di kalangan mahasiswa, terhadap sistem ekonomi yang pro-pasar dan kapitalis.

Puncaknya adalah peristawa Malapetaka Limabelas Januari (Malari) pada 1974 yang menjadi titik balik perubahan arah kabijakan pembangunan ekonomi nasional menjadi lebih pro kepada investasi dalam negeri dan proteksionis. Gelombang protes terhadap dominasi modal asing tersebut berujung kerusuhan masal yang melumpuhkan Jakarta selama dua hari. Tak kurang 1.000 mobil, sebagian besar buatan Jepang, dibakar di jalan-jalan Ibu Kota.

Inilih yang diulas Rizal Mallarangeng dalam bukunya. Peran gagasan dan pemikirnya dalam memengaruhi arah pembangunan ekonomi nasional pada masa Orde Baru.

Terus apa kaitannya tulisan yang panjang lebar ini dengan Kepala BPS yang pertama?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline