Lihat ke Halaman Asli

Kadir Ruslan

TERVERIFIKASI

PNS

Hari Statistik Nasional: Menuju Masyarakat Sadar Statistik

Diperbarui: 24 Juni 2015   23:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

134863006474551540

Hasil sensus penduduk yang dilakukan pemerintah Hindia Belanda di tahun 1930 menunjukkan, jumlah penduduk Hindia kala itu (sekarang Indonesia) mencapai 60,7 juta jiwa. Delapan dekade kemudian, yakni di tahun 2010, menurut catatan Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah tersebut telah melejit menjadi 237,6 juta jiwa. Sungguh laju pertumbuhan penduduk yang begitu cepat!

Kilas data kependudukan di atas tidak hanya berkisah tentang perkembangan jumlah penduduk negeri ini selama windu dasa warsa, tetapi juga perjalanan panjang kegiatan perstatistikan negeri ini. Ternyata, kegiatan statistik resmi (official statistics) telah berlangsung jauh sebelum negeri ini menemukan bentuknya sebagai suatu negara merdeka bernama Indonesia.

Sejarah kegiatan statistik di Indonesia bermula ketika pada tahun 1920 didirikan sebuah kantor statistik di Bogor oleh Direktur Pertanian dan Perdagangan (Director van Landbouw Nijverheid en Hendel). Pada tahun 1924, lembaga ini kemudian berganti nama menjadi Kantor Pusat Statistik (Centraal Kantoor voor de Statistik) dan dipindahkan ke Batavia (Jakarta). Setelah melewati proses sejarah yang panjang, sejak 1 Juni 1957, Kantor Pusat Statistik kemudian diubah menjadi Biro Pusat Statistik (BPS) dengan Keputusan Presiden RI Nomor 131 tahun 1957.

Hari Statistik Nasional

Di tahun 1961, sensus penduduk kembali dilakukan untuk memenuhi anjuran Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) agar setiap negara melakukan sensus penduduk secara serentak. Inilah sensus kali pertama yang dilakukan setelah Indonesia merdeka. Setahun sebelumnya, yakni pada tanggal 24 September 1960, payung hukum pelaksanaan sensus tersebut diundangkan melalui Undang-undang Nomor 6 tahun 1960 tentang sensus.

Dua hari kemudian, yakni tanggal 26 September, payung hukum terkait penyelenggaraan statistik secara luas dan menyeluruh–tidak hanya sensus–diundangkan. Maka, lahirlah Undang-undang Nomor 7 tahun 1960 tentang statistik yang, boleh dikata, merupakan tonggak awal dan pijakan hukum mula-mula penyelenggaraan statistik selepas Indonesia merdeka. Undang-undang ini kemudian disempurnakan lagi dengan Undang-undang Nomor 16 tahun 1997 tentang statistik. Bersamaan dengan itu pula, BPS yang semula Biro Pusat Statistik kemudian berganti nama menjadi Badan Pusat Statistik seperti sekarang.

Di tahun 1996, Kepala BPS saat itu, Sugito merasa perlu adanya semacam hari statistik nasional sebagai momentum untuk memupuk kesadaran masyarakat tentang statistik. Maka, pada tanggal 28 Juni 1996 kala menghadap Presiden Soeharto untuk melaporkan berbagai kegiatan statistik yang telah dilakukan BPS, Sugito juga meminta petunjuk beliau terkait penetapan Hari Statistik.

Selanjutnya, dalam upaya mewujudkan adanya hari statistik nasional, sebagai tindaklanjut pertemuan dengan Pak Harto, pada tanggal 22 Juli 1996, Sugito mengirim surat ke Menteri Sekertaris Negara Republik Indonesia: memohon persetujuan agar tanggal 26 September ditetapkan sebagai Hari Statistik nasional. Pemilihan tanggal 26 September sebagai Hari Statistik nasional dilatarbelakangi proses sejarah yang telah saya kisahkan sebelumnya, hari ini dianggap paling signifikan dalam mewarnai sejarah panjang kegiatan statistik di Indonesia dengan lahirnya Undang-undung Nomor 7 tahun 1960 tentang statistik.

Alhamdulillah. Upaya untuk mewujudkan Hari Statistik nasional menuai hasil. Tanggal 26 September akhirnya disetujui sebagai Hari Statistik nasional dengan keluarnya surat nomor B.259/M.Sesneg/1996 pada tanggal 12 Agustus 1996. Tanggal 26 September selanjutnya setiap tahun diperingati sebagai Hari Statistik nasional sejak tahun 1996.

Sadar statistik

Filosofi di balik lahirnya Hari Statistik nasional adalah terwujudnya masyarakat yang sadar statistik. Kata “sadar” mengandung makna, masyarakat memiliki pengetahuan yang cukup tentang statistik, juga tahu kegunaan dan pentingnya statistik tersebut.

Jika masyarakat sudah sadar statistik, perilaku “menyukai statistik” tentu dengan sendirinya akan terbit pada diri setiap masyarakat. Dengan demikian, berbagai kegiatan statistik–yang melibatkan berbagai elemen masyarakat: statistisi (sebagai penghasil data), responden (sebagai sumber data), dan pengguna/konsumen data–dapat dilakukan dengan sebaik-baiknya.

Sebuah tantangan yang tentunya tidak mudah, ditengah kian menipisnya kepercayaan sebagian (baca: besar) masyarakat terhadap berbagai statistik resmi yang dihasilkan pemerintah. (*)

Selamat Hari Statistik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline