Lihat ke Halaman Asli

Kadir Ruslan

TERVERIFIKASI

PNS

Menyoal Janji Prabowo: Mengembalikan Kejayaan Indonesia

Diperbarui: 20 Juni 2015   03:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Dalam berbagai kesempatan, calon presiden Prabowo Subianto mengumbar janji bakal mengembalikan kejayaan Indonesia bila terpilih sebagai presiden untuk memimpin Indonesia selama lima tahun mendatang. Mampukah hal ini diwujudkan, atau hanya sekedar janji politik yang melenakan?

Kejayaan Nusantara (Indonesia) di masa lampau adalah fakta sejarah yang tak bisa ditampik.Hasil kajian yang dilakukan ahli sejarah ekonomiPaul Bairochmenunjukkan, pada 1800 tingkat kesejahteraan penduduk Nusantara ternyata tak jauh berbeda dengan pendudukEropa Barat.

Dengan menggunakan standar dolar Amerika Serikat dan basis harga-hargatahun 1960, Bairoch menemukan bahwa pendapatan per kapita negara-negara Eropa Barat kala itu sebesar US$213, berselisih tipis dengan pendapatan per kapita Nusantara yang juga berada pada kisaran US$200 (Economics and World History: Myths and Paradoxes, 1993).Mampukah kenangan manis masa lalu ini kembali dihadirkan pada dewasa ini?

Kabar baiknya, Indonesia kini tengah berada pada jalur yang tepat untuk menuju negara maju. Hal ini bukan sekedar bualan, tapi terkonfirmasi oleh data-data statistik. Beberapa waktu lalu, misalnya, Bank Dunia merilis laporan terbaru yang menyebutkan bahwa Indonesia menempati urutan ke-10 ekonomi dunia, dengan Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita dalam paritas daya beli mencapai US$8.539 pada 2011.

Indonesia juga tengah diuntungkan dengan momentum bonus demografi. Hasil proyeksi penduduk 2010-2035 yang diluncurkan beberapa waktu lalu menunjukkan, Indonesia kini tengah memasuki era bonus demografi, yang ditandai dengan terus menurunnya rasio ketergantungan (dependency ratio) secara gradual hingga mencapai puncaknya pada 2028-2030. Saat mencapai puncaknya, rasio ketergantungan sebesar 46,9. Artinya, untuk setiap 100 penduduk usia produktif (15-64 tahun) menanggung sekitar 47 orang penduduk usia tidak produktif (kurang dari 15 tahun dan 65 tahun ke atas).

Surpluspenduduk usia produktiftersebut merupakan keuntungan besar bagi Indonesia. Bila dapat dimanfaatkan secara optimal, hal ini berpotensi menggerakkan pembangunan di berbagai sektor. Pengalaman Tiongkok menunjukkan, untuk setiap penurunan rasio ketergantungan sebesar 1 persen diperkirakan menyumbang sebesar 0,115 persen terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi negera tersebut. Hasil studi juga menunjukkan, sepanjang 1982-2007, penurunan rasio ketergantungan telah menyumbang sebesar 25-30 persen bagi pertumbuhan PDB Tiongkok (Zhang Monan, 2012).

Untuk menuai berkah dari momentum bonus demografi, setidaknya ada dua hal yang harus diwujudkan. Pertama, pertumbuhan ekonomi tinggi dengan linieritas yang terjaga. Kedua, penambahan penduduk usia produktif harus berkualitas. Dengan kata lain, kapabilitas mereka harus mumpuni. Karena itu, investasi di bidang pendidikan dan kesehatan harus menjadi prioritas.

Kedua hal tersebut harus menjadi fokus perhatian pemerintah mendatang. Pendek kata, kita butuh kepemimpinan yang mampu mengkonversi momentum bonus demografi menjadi kesejahteraan dan kemakmuran. Bila momentum ini gagal dimanfaatkan, kejayaan masa lalu hanya tinggal kenangan. Alih-alih menjadi negara maju, Indonesia justru bakal terjerembab ke dalam perangkap pendapatan menengah (middle income trap) sepertiyang dirisaukan oleh banyak ekonom selama ini. (*)

Kadir

Penulis bekerja di Badan Pusat Statistik




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline