Keanekaragaman dan keindahan Bali, beserta tradisi, adat istiadat, dan budayanya yang kuat, menjadikannya pulau yang beragam dan indah. Salah satu tradisi Bali yang unik dan menarik adalah Mekotek.
Mekotek
Sebuah ritual dilakukan di Desa Mungu, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung, Bali untuk mendatangkan keselamatan dan perlindungan dari kejahatan; ini dikenal sebagai tradisi Mekotek. Tradisi ini dilakukan setiap 210 hari sekali, yakni bersamaan dengan hari Sabtu Kriwong Kuningan atau Hari Raya Kuningan.
Sejarah Mekotek
Tradisi Mekotek berasal dari Kerajaan Mengwi dan diperkirakan sudah ada sejak tahun 1700. Tradisi ini diawali dengan kisah kemenangan Kerajaan Mengwi atas Kerajaan Brambangan di Pulau Jawa. Masyarakat Mungu yang mendukung keberadaan istana kerajaan Mengwi pun ikut terlibat dalam peperangan.
Mekotek merupakan warisan kuno yang diwariskan secara turun-temurun oleh umat Hindu Bali dan berlanjut hingga saat ini. Awalnya, Mekotek digelar untuk menyambut kedatangan prajurit dari Kerajaan Mengwi yang datang setelah kemenangannya atas Kerajaan Blambangan di Pulau Jawa, dan tradisi ini masih berlanjut hingga saat ini.
Sarana dan Tata Cara Mekotek
Pada zaman dahulu, tradisi Mekotek yang menggunakan besi untuk memperkuat semangat juang dipraktikkan baik di dalam maupun di luar medan perang.
Banyak peserta yang ditemukan terluka, sehingga tombak besi yang biasa digunakan dalam ritual Mekotek diganti dengan tongkat yang terbuat dari kayu murni yang sudah dikupas. Ukuran berkisar dari 2 meter hingga 3,5 meter.
Dalam upacara tersebut peserta diwajibkan mengenakan pakaian adat Madhya yaitu batik kangkat dan udeng. Peserta berkumpul di Pura Dalemung untuk memanjatkan doa dan mengungkapkan rasa syukur atas hasil pertanian. Usai salat, peserta berbaris menuju sumber air di desa Mungu.
2.000 peserta berpartisipasi dalam parade. Mereka adalah warga Mungu yang terdiri dari 15 dusun dengan rentang usia 12 hingga 60 tahun. Selama pawai, peserta dibagi menjadi beberapa kelompok yang masing-masing beranggotakan 50 orang. Setiap melewati pertigaan, masing-masing kelompok menyatukan potongan-potongan kayu hingga membentuk bentuk kerucut sehingga membentuk segitiga. Kemudian mereka menari berputar-putar dengan diiringi gamelan.