Lihat ke Halaman Asli

Kadek Mira Juni Aryani

Mahasiswa Universitas Pendidikan Ganesha

Tri Hita Karana: Konsep Kehidupan Harmonis

Diperbarui: 23 Juni 2024   09:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Contoh implementasi hubungan harmonis manusia dengan Sang Pencipta

  Pada artikel ini, saya, Kadek Mira Juni Aryani, mahasiswa dari Program Studi Pendidikan Bahasa Jepang ingin berbagi ilmu-ilmu yang saya dapatkan dari mata kuliah pengembangan kepribadian (MPK) Tri Hita Karana (THK) yang telah saya tempuh di bawah bimbingan Bapak I Wayan Putra Yasa, S.Pd., M.Pd. sebagai dosen pengampu di rombel 32. Saya mendapatkan banyak pelajaran dari beliau mengenai kehidupan yang harmonis, serta kebahagiaan.

 Pada dasarnya, Tri Hita Karana adalah konsep filosofi yang berasal dari kebudayaan Bali yang berasal dari bahasa Sanskerta, yaitu "Tri" berarti tiga, "Hita" berarti kebahagiaan atau kesejahteraan, dan "Karana" berarti penyebab. Jadi, Tri Hita Karana mengacu pada tiga penyebab utama kebahagiaan dan kesejahteraan. Tiga bagian dari Tri Hita Karana yaitu: 

  •   Parahyangan 

Parahyangan berarti hubungan antara manusia dengan tuhan. Dalam kehidupan sehari-hari, kita sebagai umat hindu tentunya sering menerapkan konsep ini melalui yadnya atau pengorbanan suci secara tulus ikhlas. Dengan selalu percaya dan takwa terhadap Ida Sang Hyang Widhi Wasa, mengungkapkan rasa cinta kasih serta bakti kepada-Nya, maka secara tidak langsung kita telah menerapkan konsep Parahyangan.

  •  Pawongan 

Pawongan berarti hubungan antara manusia dengan sesama. Dalam kehidupan sehari-hari, kita dapat mengaitkannya dengan konsep Menyama Braya di Bali. Dengan menganggap orang-orang di sekeliling kita sebagai saudara, kita akan dapat menjaga tutur kata, sikap, dan pikiran yang baik. Saling tolong-menolong, toleransi, dan peduli terhadap satu sama lain akan tumbuh secara natural di dalam diri kita apabila kita memandang orang di sekeliling kita sebagai saudara. Tat Twam Asi adalah landasan yang sangat tepat dalam membina hubungan yang selaras dan harmonis sesama umat manusia. "Engkau adalah Aku" , maka semestinya kita memperlakukan seseorang seperti bagaimana kita mengharapkan orang lain memperlakukan kita.

  •   Palemahan 

Palemahan berarti hubungan antara manusia dengan lingkungan. Apabila dikaitkan dengan ajaran agama Hindu, menjaga lingkungan berarti melaksanakan bakti dan menunjukkan kepedulian terhadap Bhuana Agung sebagai sesama ciptaan Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Dalam kehidupan sehari-hari, kita menerapkan konsep palemahan mulai dari menumbuhkan rasa peduli terhadap lingkungan sekitar, melaksanakan gotong royong, hingga melakukan yadnya seperti Tawur Agung Kesanga untuk menjaga kesejahteraan dan keselarasan alam. Ketiga bagian dari Tri Hita Karana ini dilandasi oleh Bakti, Tresna, dan Asih. Parahyangan dilaksanakan dengan landasan Bakti, Pawongan dilaksanakan dengan landasan Tresna (cinta kasih), dan Palemahan dilandasi dengan Asih (kasih sayang). 

   Dengan keseimbangan di antara ketiga bagian ini, maka kita dapat meraih keharmonisan. Konsep Tri Hita Karana pertama kali dicetuskan pada Konferensi Daerah 1 Badan Perjuangan Umat Hindu Bali pada tanggal 11 november 1966 di Perguruan Dwijendra Denpasar. Konferensi tersebut diadakan berlandaskan kesadaran umat Hintu akan dharmanya untuk berperan dalam pembangunan bangsa menuju masyarakat yang sejahtera, adil, dan makmur berdasarkan Pancasila. Tri Hita Karana berakar dari konsep ketuhanan umat Hindu yaitu Patheisme dan Monotheisme. Konsep ini kemudian berkembang, meluas, dan memasyarakat. Dalam pengimplementasiannya, Tri Hita Karana dapat menciptakan keharmonisan dalam setiap aspek kehidupan. Konsep Tri Hita Karana adalah sebagai filsafat, yakni berkaitan dengan usaha untuk mendalami pengalaman manusia untuk menjadikan manusia sebagai insan yang arif dan bijaksana. Tidak hanya sebagai filsafat praktis, tetapi juga filsafat kritis sebagai sudut pandang yang mengkritisi suatu kondisi. Ini tentunya memengaruhi gaya hidup kita. Dengan menerapkan THK sebagai filsafat, maka kita akan menyadari betapa pentingnya untuk mengatur gaya hidup yang sederhana.

    Bagaimana kita hidup secara bersahaja, mampu mengendalikan diri, serta memenuhi prinsip Enam Sa berdasarkan psikologi hidup bahagia menurut Ki Ageng Suryomentaram. Keenam prinsip tersebut antara lain: 

1. Sabutuhe, yaitu sesuai dengan kebutuhan utama. 

2. Sakperlune, yaitu seperlunya untuk memenuhi kebutuhan. 

3. Sacukupe, yaitu secukupnya untuk memenuhi kebutuhan 

4. Sabenere, yaitu mengikuti aturan 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline