Stunting adalah masalah gizi yang signifikan di Indonesia, yang mempengaruhi perkembangan fisik dan kognitif anak. Secara keseluruhan, stunting masih menjadi tantangan besar di tingkat nasional, meskipun berbagai upaya telah dilakukan untuk menguranginya.
Menurut data terbaru dari Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) atau Riskesdas 2023 yang dirilis oleh Kementerian Kesehatan, prevalensi stunting di Indonesia tercatat sekitar 21,6% pada anak usia balita (0-59 bulan).
Walaupun angka ini mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya (sekitar 30% pada 2013), prevalensi tersebut masih jauh melebihi target yang ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yang menginginkan angka stunting berada di bawah 20%.
Ada beberapa Faktor Penyebab Stunting di Indonesia meliputi: (1) Kurangnya Asupan Gizi yang Adekuat: Makanan bergizi yang tidak mencukupi, baik dalam kualitas maupun kuantitas, merupakan faktor utama penyebab stunting.
(2) Pola Pengasuhan yang Tidak Optimal: Praktik pemberian makanan dan perawatan anak yang tidak tepat pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), yaitu sejak kehamilan hingga dua tahun pertama, berkontribusi besar terhadap masalah ini.
(3) Sanitasi yang Buruk: Akses terbatas terhadap air bersih dan sanitasi yang buruk meningkatkan risiko infeksi, yang memperburuk masalah gizi pada anak.
(4) Kesehatan Ibu yang Buruk: Kesehatan ibu selama kehamilan, termasuk kekurangan gizi ibu hamil, mempengaruhi kondisi bayi yang dilahirkan.
(5) Kemiskinan dan Ketimpangan Ekonomi: Kemiskinan menghambat akses keluarga terhadap makanan bergizi, pelayanan kesehatan yang memadai, dan pendidikan tentang pengasuhan anak.
Upaya Penanggulangan Stunting: Pemerintah Indonesia melalui berbagai program nasional, seperti Gerakan 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) dan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga (PIS-PK), berusaha menurunkan prevalensi stunting. Selain itu, Program Keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT) juga diimplementasikan untuk memastikan keluarga miskin dapat mengakses makanan bergizi.
Stunting tidak hanya mempengaruhi kondisi kesehatan jangka pendek anak, tetapi juga berisiko pada keterlambatan perkembangan kognitif, pendidikan yang terbatas, serta penurunan produktivitas di masa depan. Oleh karena itu, penanggulangan stunting memerlukan pendekatan komprehensif yang melibatkan sektor kesehatan, pendidikan, dan sosial ekonomi.