Pancasila adalah fondasi utama yang membentuk karakter bangsa Indonesia. Prinsip-prinsipnya yang mengatur hidup berdampingan mencakup unsur keadilan, solidaritas, dan humanisme. Namun, memasukkan konsep Pancasila ke dalam sistem pendidikan negara merupakan sebuah tantangan.
Seiring berjalannya waktu, sejumlah permasalahan bermunculan, seperti perkembangan sosial yang pesat, digitalisasi, dan globalisasi. Kesenjangan antara gagasan nilai-nilai Pancasila dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari merupakan salah satu permasalahan utama.
Siswa sering mendengar pentingnya gotong royong, tetapi pada saat yang sama, mereka melihat individualisme lebih diutamakan di masyarakat.
Penelitian Rahman dan Wibowo (2020) menegaskan bahwa pendidikan Pancasila sering kali hanya menjadi hafalan, bukan praktik. Sebagai dasar filsafat, Pancasila seharusnya menjadi landasan berpikir kritis untuk menghadapi tantangan zaman.
Namun, metode pengajaran yang cenderung satu arah masih mendominasi. Putri (2017) menyebutkan pentingnya metode diskusi dan refleksi dalam mengajarkan nilai-nilai Pancasila sehingga siswa dapat memahami relevansinya secara mendalam.
Kemajuan teknologi membawa tantangan baru. Media sosial, yang seharusnya menjadi sarana menyebarkan nilai-nilai Pancasila, sering kali digunakan untuk menyebarkan hoaks, ujaran kebencian, dan polarisasi. Putri (2017) menyatakan bahwa pendidikan literasi digital harus menjadi bagian integral dari pengajaran Pancasila.
Dengan begitu, siswa dapat memahami informasi dengan kritis sesuai dengan nilai-nilai luhur bangsa. Budaya global sering kali bertentangan dengan nilai tradisional Pancasila.
Penelitian Kristiawan (2018) menunjukkan bahwa globalisasi memperkenalkan individualisme dan konsumerisme yang bertolak belakang dengan prinsip gotong royong dan keadilan sosial. Tantangannya terletak pada mengadaptasi Pancasila ke dalam tatanan global tanpa mengorbankan prinsip-prinsip intinya. Salah satu komponen penting dalam pendidikan Pancasila adalah keteladanan.
Namun seringkali terjadi kesenjangan antara apa yang diajarkan dengan kenyataan akibat ketidakadilan sosial dan korupsi yang banyak terjadi di masyarakat. Menurut penelitian Rohmah et al. (2019) guru dan tokoh masyarakat dapat membantu mengatasi hambatan ini dengan memberikan contoh.
Kurikulum saat ini memerlukan reformasi agar lebih kontekstual. Hanum et al. (2020) merekomendasikan pendekatan berbasis proyek dan interaksi langsung dengan masyarakat untuk mengajarkan nilai-nilai Pancasila.
Metode ini memungkinkan siswa merasakan bagaimana nilai-nilai ini bekerja dalam kehidupan sehari-hari. Indonesia adalah negara dengan keberagaman budaya. Tantangan besar adalah bagaimana menjadikan Pancasila sebagai alat untuk mendukung pendidikan multikultural.