Lihat ke Halaman Asli

Analisis Sejarah, Sosial-Budaya, dan Ekonomi dalam Peristiwa Perang Padri (1821-1825)

Diperbarui: 16 Agustus 2023   13:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Perang Padri (Sumber: http://radarmukomuko.disway.id)

A. Pengantar

Gerakan perlawanan kaum Padri menandakan adanya gejolak-gejolak yang timbul karena faktor ekonomi, sosial dan budaya dalam masyarakat Minangkabau. Perseteruan antara kaum Adat Minangkabau, kaum Ulama (Padri) dan Pemerintah Kolonial Hinda Belanda menjadikan gaya perlawanannya yang khas atau berbeda dari berbagai perlawanan-perlawanan yang tersebar di Nusantara pada masa kolonial. 

Selain itu, dalam pandangan A.H. Johns (sejarawan yang mendalami masuknya agama Islam di Indonesia) bahwa gerakan Padri di Minangkabau merupakan puncak dari gerakan Islam modern di Indonesia. Bukan sekadar bentuk perlawanan terhadap penjajahan Belanda, namun juga merupakan sebuah dinamika pergerakan kelompok Islam dalam mengembalikan dan membentuk tatanan masyarakat sesuai syariat-syariat Islam.  

Dari sudut pandang kaum Padri, bahwasanya pergerakan yang mereka lakukan untuk memulihkan kehidupan masyarakatnya dan menghapus bentuk-bentuk penyimpangan moral dan budaya-budaya yang selama ini telah menjadi kebiasaan. Di samping itu, perlawanan ini menunjukkan adanya usaha untuk menggantikan kepemimpinan masyarakat adat yang harus diserahkan kepada kaum ulama. 

Hal tersebut akan menjadi stimulus untuk kaum Padri memiliki kesempatan menguasai sumber-sumber daya yang berlimpah di Minangkabau. Faktor ekonomi juga menjadi sasaran dalam penguasaan kembali daerah-daerah perdagangan dan penghasil sumber daya alam yang selama ini telah dikuasai oleh penguasa-penguasa kolonial Inggris dan Hindia Belanda.

B. Analisa Peristiwa Sejarah dalam Spasial dan Aspek Ekonomi

Di daerah-daerah pesisir barat Sumatera yaitu daerah Minangkabau, ekspansi Belanda berbenturan keras dengan gerakan pembaharuan Islam pertama yang besar di Nusantara. Gerakan pembaharuan Islam tersebut dipelopori oleh sekelompok ulama beraliran Wahabbi yang telah menunaikan ibadah Haji dari Mekkah. Gerakan Wahabiah dengan semangat yang puritan memiliki tujuan membersihkan kehidupan umat agama Islam dari pengaruh-pengaruh kebudayaan setempat yang dianggap menyalahi ajaran agama Islam. Pada perkembangan selanjutnya, tujuan dari Gerakan Wahabiah ini akan tertuju pada usaha memerangi kolonialisme Hindia Belanda.

 

Usaha pembaharuan ini sebenarnya telah dimulai sebelum kedatangan para Haji dari Mekkah pada tahun 1803. Gerakan “kembali kepada syariat-syariat Islam” telah didengungkan dari daerah Agam yang diinisiasi oleh Tuanku Nan Tua pada tahun 1784. Beliau merupakan Kepala Surau Syattariyah di Kota Tua, Agam. Di daerah ini mengalami lonjakan ekonomi dalam perdagangan akasia dan kopi pada abad ke-18 sehingga banyak pedagang-pedagang Minangkabau mampu pergi naik haji. Tuanku Nan Tua juga terlibat dalam perdagangan dan mendorongnya untuk menyebarkan pengaruh ajaran Islam terkait pelaksanaan perdagangan usaha-usaha dagang. Kebangkitan Islam yang pertama ini (1784-1803) difokuskan dalam kegiatan perdagangan.

Danau Maninjau, Kabupaten Agam (Sumber: https://id.wikipedia.org)

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline