Lihat ke Halaman Asli

Cuaca Buruk: antara ''Berkah'' (Guru Malas) dan Petaka (Dunia Pendidikan)

Diperbarui: 25 Juni 2015   21:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Cuaca buruk yang terjadi minggu-minggu lepas liburan sekolah tengah tahun pelajaran ini, mendatangkan ''berkah'' kepada guru-guru kepulauan (Sumenep). Mereka mendapat libur extra sehubungan dengan tidak berlayarnya kapal ke pulau-pulau terpencil nun jauh di sana. Padahal libur usai semester satu kemarin juga sudah lebih setengah bulan. Belum lagi, biasanya guru kepulauan ''berlibur'' tepat setelah ujian tulis berakhir. Artinya tidak menunggu hingga pembagian hasil evaluasi (raport) dibagikan. Jadi jika diakumulasikan, total liburannya kurang lebih 1 bulan --makan gaji buta.

Belum lagi, biasanya, guru-guru yang malas, ketika liburan sudah berakhir dan kelas seharusnya sudah aktif kembali, mereka masih belum kembali ke tempat tugas. Menambah liburan (extra) satu minggu merupakan hal yang lumrah. Bahkan terkadang bisa dua minggu atau tiga minggu liburan extra --duh, gaji buta lagi.

Beragam alasan bisa menjadi pembenar akan tindakan bolos dinas ini. Mulai dari cuaca buruk sehingga kapal tidak berlayar (padahal sesungguhnya tidak, misalnya), bisa ada kegiatan keluarga yang tidak bisa ditinggal, bisa karena keluarga sakit, dan lain sebagainya.

Jika alasannya benar mungkin bisa dimaklumi, dan memang harus dimaklumi. Seperti kondisi cuaca tidak bersahabat minggu-minggu ini, memang kenyataannya tidak ada kapal yang berani berlayar. Bisa jadi hal itu ''berkah'' tersendiri bagi guru-guru kepulauan untuk liburan extra (lagi) hingga cuaca kembali bersahabat dan kapal-kapal dapat ijin berlayar kembali --jika begini mungkin bukan gaji buta.

''Berkah'' di guru-guru petaka di sekolah dan murid-murid. Bukan hanya bangunan sekolah yang roboh dihantam ganasnya cuaca buruk, tapi guru-guru yang tidak datang-pun sukses membuat sekolah sepi, dan KBM tidak berjalan. Murid-murid tidak bisa belajar meskipun mereka datang ke sekolah. Apalagi jika sekolahnya ambruk. Lengkap sudah. Sudah terpencil, bangunannya hancur, guru-gurunya tidak datang pula.

*Cubit
**Guru Kepulauan Sumenep

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline