Lihat ke Halaman Asli

Rudi Mulia

Konselor

Satu Anak adalah Satu Nyawa

Diperbarui: 28 April 2016   20:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Sudah lama tidak menulis di kompasiana. Tulisan terakhir saya sekitar 1 tahun yang lalu. Judulnya tentang tantangan anak yang hidup dengan HIV-AIDS. Dalam tulisan tersebut saya menuliskan ada 76 anak yang kami dampingi di Wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya. Sekarang, jumlah itu bertambah lebih besar. ada 93 anak yang sekarang kami dampingi.

Dari 93 anak yang kami dampingi, sebagian besar mereka adalah anak yatim piatu. usia mereka terentang dari usia 0-15 tahun. Bila 3 tahun yang lalu kami hanya menangani sampai usia 12 tahun, namun seiring usia anak yang bertambah, pada akhirnya kami mendampingi anak-anak yang menginjak usia remaja tersebut. Sedihnya, di Indonesia belum ada program yang ditujukan bagi anak-anak yang sebentar lagi masuk usia dewasa tersebut.

Langkah ini kami ambil karena tidak tersedianya program yang sistematis untuk anak-anak tersebut. Selepas usia 12 tahun, anak-anak ini sudah tidak mendapat bantuan apapun dari kami. Hanya anak-anak yang berusia 0-12 tahun yang mendapatkan bantuan susu, nutrisi, vitamin dan pampers. Sedangkan untuk usia di atas 12 tahun kami hanya bisa memberikan bantuan vitamin dan pendampingan untuk mereka.

Bersyukur kami mendapat tenaga relawan dari berbagai latar akademisi yang ikut terjun mengatasi persoalan ini. Mereka membantu memikirkan program yang bisa mendampingi anak-anak tersebut. Karena kami sadar anak-anak ini butuh support system untuk menopang mereka ketika mereka mengetahui status HIV mereka. Yah... hampir sebagian besar anak-anak dampingan kami tidak mengetahui status HIV mereka. Yang mereka tahu bahwa mereka harus minum obat setiap hari supaya mereka tidak sakit

Dengan adanya support systen yang baik, kami percaya anak-anak ini akan bisa menerima diri mereka, bisa menerima keadaan yang mereka alami dan bisa menjalani hidup dengan baik tanpa ada rasa takut mendapat stigma dan diskriminasi. Kami bekerja sama dengan tenaga relawan untuk menciptakan modul yang bisa diterima anak dan juga para pengasuh mereka.

Jadi, mulai bulan Febuari 2016, kami mengadakan sekolah karakter untuk anak dampingan kami. Kami membaginya dalam 3 kelas: kelas anak ceria untuk usia 5-10 tahun, kelas anak hebat untuk usia 10-14 tahun dan kelas manusia bernilai untuk usia 14 tahun ke atas. Melalui kegiatan di kelas, anak-anak dampingan belajar arti tanggung jawab, kemandirian dan nilai-nilai luhur lainnya. Sedangkan untuk para pengasuhnya kami berikan materi untuk pengasuhan, perawatan, ketrampilan, dan Soft skill lainnya untuk bekal mereka dalam membesarkan anak-anak tersebut

Harapan kami, anak-anak ini bisa mendapatkan hak mereka seperti anak-anak lainnya. hak pendidikan, hak kesehatan, hak tumbuh dan berkembang, hak bersuara dan hak-hak lainnya. Kami tidak ingin anak-anak kami mendapat penolakan oleh karena status HIV mereka. Kami tidak ingin para dampingan kami terabaikan oleh karena penyakit yang berasal dari warisan orangtua mereka. Kami ingin anak-anak ini tetap ceria dan bersinar pada saatnya nanti. Berharap juga tidak ada lagi anak-anak yang meninggal karena virus ganas ini. Berharap pula tidak ada lagi anak-anak yang dilahirkan dengan menyandang status HIV positif. Karena bagi kami,

Satu anak adalah satu nyawa dan setiap nyawa itu berharga.....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline