Lihat ke Halaman Asli

Rudi Mulia

Konselor

Menjadi Bodoh Itu Pilihan

Diperbarui: 25 Juni 2015   02:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya percaya kita semua akan setuju bila saya mengatakan sungguh tidak enak bila harus berhadapan dengan orang bodoh. Orang bodoh yang saya maksud disini adalah orang yang sudah diberi tahu tidak mengerti, orang yang sudah diarahkan tidak mau nurut, orang yang sudah dikasih tahu tapi masih tetap ngeyel, dan orang yang sudah diajar masih juga tidak membangkang.

Pernah bertemu dengan orang bodoh yang seperti demikian? Saya percaya kita semua pernah. Dan mengapa saya katakan tidak enak? Karena ketika kita berhadapan dengan orang bodoh seperti kriteria di atas, maka kita harus mengeluarkan banyak energi untuk berbicara dengan dia, menuntun dia, menjelaskan kepada dia yang kita tahu pada akhirnya orang ini tidak akan mau mendengarkan alias tetap menjadi kepala batu.

Tapi sadarkah kita, bahwa ketika kita kesal untuk berurusan dengan orang bodoh, sebenarnya diri kita pun kadang termasuk dalam golongan orang bodoh. Kita juga bisa bersikap bodoh yang disebabkan oleh pilihan kita untuk memilih menjadi bodoh.

Tidak percaya? Baiklah akan saya buktikan. Sebagai contoh adalah sering kita tidak mau mendengarkan nasihat dari seseorang yang tahu bahwa kita sedang berada dalam jalur yang salah, yang tahu kita sedang melenceng, namun kita tidak mau mendengarkan.

Dalam dunia bisnis, karir, rumahtangga, pekerjaan, kesehatan, agama, dan lain sebagainya ada orang-orang yang cukup ahli dalam bidangnya  dikarenakan mereka telah menginvestasikan hidup mereka dalam bidang-bidang tersebut. Mereka sebenarnya bisa membantu hidup kita, namun seringkali kita mengabaikan nasihat atau pendapat mereka

Ketika dokter mengatakan untuk menjaga pola makan, pola tidur dan rajin olahraga kita mengabaikan dan menganggap kita lebih tahu akan diri kita. Ketika perencana keuangan mengatakan untuk lebih hemat dalam pengeluaran keluarga, kita tidak mau mendengarkan dan hidup sesuka hati. Ketika rohaniwan mengingatkan dan mengarahkan kita untuk kembali ke jalan yang benar, kita malah tidak menurut dan meremehkan nasihatnya. Bukankah kita demikian?

Contoh yang lain dalam hidup sehari-hari dan terkadang kita sepelekan. Sudah dikasih tahu melalui tanda bahwa itu jalan satu arah masih saja kita melawan menjadikan itu jalan dua arah. Sudah diajarkan bahwa bila lampu merah itu berhenti masih saja kita ngeyel dan kita terobos lampu itu. Sudah diarahkan untuk tidak membuang sampah sembarangan tetapi kita tidak mau nurut dan buang semau kita.

Dan saya rasa kita tahu sama tahu ya.. orang bodoh akan sadar bila sudah kena batunya. Itupun kalau dia memilih untuk menyadari kekeliruannya. Lah kalau dia masih memilih untuk menjadi bodoh dan tetap tidak mau mendengarkan ya sudah, itu harus kita hargai karena sesuai judul saya, menjadi bodoh itu pilihan dia.

Saya menulis ini bukan berarti saya pintar atau sok mengajar. Justru karena saya baru saja habis menjadi orang bodoh makanya saya membagikannya disini. Ternyata memang untuk menjadi bodoh itu adalah pilihan seseorang. Kalau orang itu sudah dikasih tahu, diarahkan, diajarkan dan tidak mau dengar ya sudah mau diapakan lagi. Itu adalah pilihan dia. Yang bisa kita lakukan hanya berdoa supaya suatu saat dia kembali menjadi orang pintar. AMIN

Salam tidak bodoh.....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline