Lihat ke Halaman Asli

Rudi Mulia

Konselor

Hati-Hatilah Dalam Berkata-kata

Diperbarui: 25 Juni 2015   04:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Ada yang pernah membaca kisah Itik yang buruk rupa? Saya pernah membacakan kisah ini kepada keponakan saya beberapa waktu yang lalu. Inti cerita ini adalah kisah seekor angsa yang ketika menetas berada dalam kumpulan para itik. Induk itik dan saudara-saudara yang lain menganggap bahwa si angsa memiliki wajah yang buruk rupa.

Mereka tidak menerima kehadiran itik dan diperlakukan tidak adil. Angsa sering kali mendapatkan ucapan-ucapan yang merendahkan dan membuat hati angsa sedih. Angsa sempat kehilangan rasa percaya diri dan menjadi pemalu sampai pada suatu saat dia bertemu dengan sekumpulan angsa yang lain yang sedang berendam. Saat itulah seorang angsa menyadarkan dia bahwa dia bukanlah seekor itik melainkan seekor angsa. Anak angsa ini kemudian bergabung dengannya dan kemudian tumbuh dengan rasa percaya diri.

Itulah inti cerita itik yang buruk rupa. Saya teringat akan sebuah quote yang menyatakan bila seorang anak hidup dengan ejekan, ia belajar menjadi pemalu sedangkan bila seorang anak hidup dengan semangat, ia belajar arti kepercayaan diri. Intinya adalah seorang anak akan tumbuh dengan penuh dengan rasa percaya diri bila mendapatkan perkataan yang bersemangat dari orang tuanya. Nasihat ini juga membuktikan bahwa perkatan yang diucapkan orangtua kepada anaknya menentukan kepribadian dan masa depan anaknya.

Perkataan merupakan sesuatu yang setelah diucapkan tidak bisa ditarik kembali. Sebuah perkataan negatif bisa menjadi pedang bermata dua yang menusuk hati dan pikiran seseorang. Sebuah perkataan juga bisa menjadi air yang menyejukan bagi jiwa yang dahaga. Itu semua tergantung dari kata apa yang kita ucapkan

Sebuah kutipan kitab suci mengatakan “Jawaban yang lemah lembut meredakan kegeraman, tetapi perkataan yang pedas membangkitkan marah.”. Itulah kekuatan kata-kata. Namun, terkadang kita tidak menggunakan kata-kata dengan bijak. Bila kita tahu kekuatan kata-kata kita , mungkin kita akan berhati-hati ketika berucap. Karena hanya diperlukan beberapa kata untuk membangkitkan amarah seseorang dan dibutuhkan beberapa kata juga untuk menenangkan seseorang

Maka, betapa pentingnya kita mengendalikan lidah. Alangkah baiknya bila berkata-kata hanya kalau itu bermanfaat, membawa berkat—meneduhkan, menghibur, menguatkan, memotivasi. Sebaliknya, kalau kita tahu itu tidak ada faedahnya apa-apa, tidak jelas kebenarannya, bahkan mungkin menyakiti orang lain, mendemotivasi, membuat perpecahan dan memanaskan suasana, lebih baik kita tidak usah berbicara. Dalam situasi demikian, diam berarti emas. Bagaimana? Setuju?

SALAM




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline