Lihat ke Halaman Asli

Rudi Mulia

Konselor

Eustress, Distress, dan Hyperstress

Diperbarui: 26 Juni 2015   01:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Dinamika kehidupan seringkali membuat manusia menjadi mudah goyah dalam berpikir dan bertindak. Harapan yang tinggi tidak didasari dengan kenyataan di lapangan. Ada jurang pemisah antara harapan dan realita. Harapan untuk mendapatkan pekerjaan sebagai manager yang didapat hanya sebagai satpam perusahaan. Harapan untuk meraih nilai tertinggi dalam kuliah yang terjadi malah menjadi juru kunci dalam kelas. Ketika realita tidak sesuai dengan harapan munculah stress.

Lumrah bilang orang mengatakan stress itu adalah gangguan emosi atau gangguan berpikir. Tapi sebenarnya ada beberapa pengertian tentang stress. Tidak benar bila konotasi stress itu cenderung dilabeli dengan hal negatif. Karena ada juga stress yang positif.  Stress positif semacam ini – atau di sebut eustress dalam bahasa asingnya – memberi kita tenaga dan sebenarnya tanpa disadari, sebagaian besar dari kita sering memanfaatkan stress positif ini untuk keuntungan kita.

Dalam dunia olahraga, misalnya sepakbola, stress positif di sebut oleh pemain sepak bola sebagai psyching up, sesuatu yang meningkatkan tekanan mental sebelum pertandingan. Ada lonjakan adrenalin yang membuat pemain begitu antusias untuk bermain dengan maksimal.  Eustress inilah yang membuat  orang-orang menjadi kreatif ketika bekerja mengejar target sebelum masa tenggat waktu selesai atau demi memenuhi kuota penjualan. Jenis stress ini jugalah yang di pakai oleh ibu-ibu yang sedang tidur saat mereka mendengar bayi mereka tersedak di kamar bayi sehingga mereka harus segera bangun. Jenis stress ini juga adalah stress yang secara sadar dibawa oleh pemilik perusahaan ke dalam lingkungan pekerjaan untuk membuat para pekerja menjadi produktif – semacam ketegangan yang menimbulkan kreativitas. Sebagian orang menyukai perasaan ini, meningkatkannya dan hampir menjadi ketagihan dengannya.

Lalu bagaimana dengan yang negatif? Ketika respons stress menjadi negatif atau merusak, maka stress semacam itu di sebut distress. Inilah yang dimaksudkan oleh sebagian besar dari kita ketika kita menggunakan kata stress. Kita benar-benar mengacu pada aspek-aspek negatif stress atau distress. Kita lebih mudah untuk menggunakan emosi negatif seperti marah, kesal, dendam, dan sebagainya daripada menggunakan akal sehat untuk berpikir. Kita cenderung mengasihani diri, mudah lelah, dan tidak dapat berpikir dengan jernih.

Sedangkan volume stress yang berlebihan di sebut hyperstress. Volume adalah sesuatu yang penting karena cara kita menghadapi stress bergantung pada berapa banyak stress yang kita hadapi. Bila jumlahnya masih bisa dikendalikan, maka kita dapat belajar untuk menghindari distress, dan jikalau memungkinkan mengubahnya menjadi eustress. Akan tetapi, bila jumlahnya berada pada tingkat hyperstress, maka mengurangi stress lebih penting dari pada mengelola stress.

Bila reaksi terhadap stress bisa ditangani dengan baik, tidak akan ada kerusakan nyata yang terlihat. Akan tetapi, bila hasilnya kegagalan atau frustrasi, maka berbagai kondisi mungkin akan terjadi : penuaan jaringan pada sel-sel tubuh ; tidak berfungsinya sistem kekebalan tubuh ; malapetaka kardiovaskuler, seperti stroke atau serangan jantung, mungkin terjadi.

Sumber: Buku Margin Karangan Richard A. Swenson




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline